Iran, Selat Hormuz, dan Hukum Laut Internasional: Dapatkah Negara Menutup Selat Strategis Dunia?

Iran, Selat Hormuz, dan Hukum Laut Internasional: Dapatkah Negara Menutup Selat Strategis Dunia?

Mochammad Farisi, LL.M --

 

Dalam konteks Selat Hormuz, meski sebagian besar masuk laut teritorial Iran dan Oman, kedudukannya sebagai penghubung ZEE dan laut lepas menjadikannya ruang hukum global yang tidak tunduk sepenuhnya pada kedaulatan nasional.

 

Pengelolaan Selat Strategis Dunia

 

Selain Selat Hormuz di Iran, terdapat selat lain yang digunakan untuk pelayaran internasional dan dikelola dengan bijak, tanpa menimbulkan instabilitas, yakni: Selat Malaka, berada di wilayah Indonesia, Malaysia, dan Singapura, Selat Inggris (English Channel) antara Inggris dan Prancis, Selat Bosporus dan Dardanella di Turki diatur oleh Konvensi Montreux, juga menghormati prinsip lintas damai, dan Selat Bab el-Mandeb.

 

Dari semua selat di atas, tidak ada negara yang secara sepihak menutup selat dengan alasan politik atau keamanan nasional. Karena laut bukan milik negara semata, melainkan juga bagian dari kepentingan komunitas internasional.

 

Selat Bukan Milik Satu Negara

 

Gagasan paling penting dalam hukum laut modern adalah keseimbangan antara doktrin res nullius dan res communis, bahwa negara memiliki hak-hak khusus atas wilayah laut, namun tidak boleh memonopoli, apalagi digunakan sebagai alat tekan politik. 

 

UNCLOS dibentuk justru untuk mencegah dominasi seperti itu. Dalam pidato pembuka Konferensi Hukum Laut PBB Ketiga (UNCLOS III), perwakilan Fiji pernah menyampaikan: “The ocean is too big to be owned, and too important to be controlled by a few”. Pernyataan itu kini menjadi nyata dalam konteks Selat Hormuz. 

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: