Banyak Kepala Daerah Ditangkap KPK, Bisakah Partai Politik Dimintai Pertanggungjawaban?

Banyak Kepala Daerah Ditangkap KPK, Bisakah Partai Politik Dimintai Pertanggungjawaban?

Mochammad Farisi, LL.M--

3. Doctrine of Public Trust, fakta bahwa partai mengelola kepercayaan publik, mengelola uang negara, mengelola kedaulatan rakyat, maka jika disalahgunakan, timbul breach of public trust, dalam banyak sistem hukum, pelanggaran/pengkhianatan kepercayaan publik berakibat sanksi administratif berat.

Dari sudut hak politik, menurut pandangan John Rawls dalam A Theory of Justice dan David Beetham dalam Democracy and Human Rights menyatakan bahwa hak politik adalah hak substantif, bukan sekadar prosedural. “Hak politik rakyat bukan sekadar hak mencoblos, tetapi hak untuk menghasilkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. 

Ketika pemilu dibiayai negara, namun secara sistemik melahirkan pejabat korup akibat rusaknya rekrutmen partai, maka yang terjadi bukan kegagalan individu, melainkan pelanggaran hak politik rakyat secara struktural.” Tersangkanya jelas, negara dan partai adalah aktor utama demokrasi elektoral tersebut. 

Apakah Partai Bisa Dikenai Sanksi? 

Menurut saya: Ya, dan harus. Namun bukan sanksi pidana, tetapi misalnya: 1) Sanksi Elektoral, jika kader kepala daerahnya korupsi, maka partai dilarang mengusung calon di daerah tersebut untuk 1 periode pilkada. Ini sanksi paling efektif menurut saya, sanksi Ini akan memaksa partai serius menyeleksi calon, menghitung risiko, dan berhenti “menjual” tiket politik. Ini jauh lebih mendidik daripada sanksi pidana. 

2) Sanksi Keuangan: Pemotongan atau pencabutan bantuan keuangan negara, dan denda administratif berbasis kegagalan kaderisasi, ini adalah bentuk strict liability/accountability. 

3) Sanksi Kelembagaan: Kewajiban audit kaderisasi dan keuangan, kewajiban reformasi demokrasi internal, dan pengawasan serta transparansi proses rekrutmen/pencalonan kepemimpinan. Sanksi ini bisa memaksa partai untuk berbenah.

Jadi poin of view-nya adalah “Jika partai diberi kewenangan penuh menentukan siapa yang berhak memegang kekuasaan, maka partai tidak boleh bebas dari tanggung jawab ketika kekuasaan itu disalahgunakan.” Atau “Korupsi kader bukan sekadar kejahatan individu, melainkan cermin kegagalan institusional partai politik.”

Tapi, Mengapa Partai Seolah Kebal?

Menurut saya, karena hukum kita terlalu memanjakan partai politik, ia diberi dana negara, hak monopoli pencalonan dan kekuasaan menentukan masa depan publik. Tetapi, hampir tanpa sanksi substantif, tanpa audit keuangan, tanpa tanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan. Hal Ini menciptakan impunitas kelembagaan.

Dalam logika moral-konstitusional, Ini termasuk “kelalaian berat”. Walau belum masuk ranah pidana, perilaku partai ini memenuhi ciri Negligence (kelalaian), Institutional recklessness (kecerobohan), dan Abuse of public trust (penyalahgunaan kepercayaan publik). Dalam bahasa yang lebih keras “partai politik telah gagal menjalankan fungsi konstitusionalnya sebagai penyaring kekuasaan”.

Poinnya, “Diamnya partai atas korupsi kader merupakan pengingkaran tanggung jawab konstitusional.” Dan “Ketika partai justru melindungi kader korup, partai sedang mengkhianati mandat rakyat dan merusak makna hak politik.” Parahnya “Tidak adanya sanksi terhadap partai bukan karena tidak ada dasar moral dan konstitusional, tetapi karena negara memilih untuk menutup mata.”

Jadi jawaban dari apakah memang tidak ada dasar hukum untuk menghukum partai? Dasar konstitusional ada, dasar etika demokrasi sangat kuat, tetapi yang belum ada adalah keberanian politik untuk mengubahnya menjadi hukum positif.

Lantas Bagaimana, Apakah UU Partai Politik Harus Direvisi?

Ya, wajib!. Pertama, bangun kesadaran normatif dengan menggeser narasi bagi kader yang koruspsi dari “oknum partai” menjadi “kegagalan institusional”, menunjukkan dampak kerugian negara (APBN/APBD), dan menyudutkan impunitas partai. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: