Eksektuif Jangan Mau Ditekan, Suap Menyuap Pengesahan APBD
‘‘Bukan sistem, tapi orangnya,’‘ ungkapnya.
Persoalan pengesahan anggaran sebenarnya juga sudah dijabarkan dalam pasal 313 UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam ayat (1) dituliskan secara jelas, apabila kepala daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) Hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh kepala daerah kepada DPRD, kepala daerah menyusun dan menetapkan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.
Sementara dalam ayat (2) disebutkan, Rancangan Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri bagi Daerah provinsi dan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota.
Terpisah, pengamat pemerintahan Prof Hariadi mengatakan, dalam penetapan anggaran seharusnya pemerintah lebih berani. Dalam APBD, bukan hanya eksekutif yang memiliki kepentingan. Namun pihak legislatif dalam hal ini juga memiliki kepentingan.
‘‘Kalau eksekutif, untuk pelaksanaan program. Sementara legeslatif adalah menyisipkan usulan dapilnya,’‘ kata Hariadi.
Dijelaskanya, dengan kepentingan tersebut, seharusnya pihak eksekutif lebih berani. Dalam hal ini menolak permintaan dari legislatif apabila menyimpang.
Ia mengatakan, seperti permintaan uang ketok palu, pemerintah seharusnya berani menolak. Pasalnya DPR juga memiliki kepentingan di APBD itu.
‘‘Eksekutif lebih jentelman lah dalam menyikapi ini,’‘ katanya.
Jika legeslatis terus dimanjakan dengan permintaan yang selalu dituruti maka pembangunan tidak akan berjalan. Maksudnya, keinginan seperti pelicin pengesahan dan fee proyek. Meskipun pembangunan terlaksana kualitas juga dipertanyakan.
‘‘Jelas anggarannya berkurang,’‘ ungkapnya.
Fakta yang terjadi di Pemprov Jambi, merujuk pada fakta di persidangan kasus OTT itu, ada ketakukan dari ekskutif sehingga harus memberikan uang pelicin agar anggaran itu disahkan.
Tentu peristiwa ini tidak boleh merembet ke kabupaten/kota, lebih baik menggunakan anggaran tahun sebelumnya dari pada harus memberi uang pelicin yang pada akhirnya berbuntut pada perbuatan melawan hukum.
Ketua DPRD Tanjung Jabung Barat, Faisal Riza dimintai komentarnya terkait hal ini, menyampaikan, di Kabupaten Tanjabbar setiap pembahasan RAPBD itu kesepakatan antara DPRD dan pemerintah kabupaten yg diwakili TAPD.
Kata dia sejauh ini pemaksaan kehendak tidak ada dan DPRD bahkan bisa mengganti kegiatan apabila di rasa kurang pas.
‘’Seperti rencana pembuatan makam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: