Eksektuif Jangan Mau Ditekan, Suap Menyuap Pengesahan APBD

Eksektuif Jangan Mau Ditekan, Suap Menyuap Pengesahan APBD

JAMBI - Pembahasan anggaran di penghujung tahun memang seringkali menjadi ajang loby-loby antara pihak eksekutif dan legislatif.

Eksekutif punya kepentingan paling besar karena anggaran itu terkait dengan program-program kerja pemerintah tahun mendatang, sementara legislatif punya bergainning tinggi. Mereka lah yang mengesahkan rancangan anggaran yang diusulkan eksekutif.

Di sinilah sering terjadi negosisasi, yang berujung pada suap menyuap, seperti yang terjadi di Pemprov Jambi dan DPRD Provinsi Jambi. Ada dua sisi mata uang yang sama-sama membutuhkan satu sama lain. DPRD meminta, Pemprov memberi. Setidaknya itu tergambar dalam dakwaan kasus Uang Ketok Palu RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018 yang kini sedang berproses di PN Tipikor Jambi.

\"Info

Dalam dakwaan tergambar jelas adanya permintaan uang dari DPRD ke Pemprov terkait pengesahan anggaran itu. Kendati, beberapa pihak menyangkal, namun fakta persidangan semakin lama semakin memperjalas hal tersebut.

‘’Seharusnya Ketua Tim Anggaran Pemerinah Daerah (TAPD) berani menolak permintaan anggota DPRD itu. Kalau pun ada tekanan, ancaman sidang paripurna deadlock karena tidak quorum, biarkan saja mereka tidak mau hadir, yang penting jangan melawan hukum,’’ ujar pengamat Hukum Tata Negara (HTN) yang juga guru besar Universitas Jambi (Unja) Prof Sukamto Satoto.

Lalu, bagaimana kalau seandainya DPRD tidak mau mengesahkan anggaran karena permintaan mereka tidak diiukuti oleh eksekutif? Sukamto mengatakan, tidak masalah.

‘‘Kalau tidak disahkan, pemerintahan masih bisa berjalan dengan APBD tahun sebelumnya,’‘ katanya.

Punishment dari Deadlock, katanya,  adalah kepala daerah dan ketua DPRD  tidak  dapat menerima hak mereka selama 3 bulan. Dan ini secara organisasi tidak menganggu jalanya roda pemerintahan.

Untuk menjalankan roda pemerintahan dengan APBD tahun sebelumnya, pemerintah daerah tinggal membuat Peraturan Kepala Daerah, terkait penggunaan anggran.

Dengan jumlah anggran yang sama, peraturan kepla daerah berfungsi untuk impelementasi penggunan anggran. Sukamto mencontohkan, misalnya pembangunan jembatan, ditahun berjalan tinggal merubah daerah.

‘‘Seharunya pemerintah harus lebih berani,’‘ katanya.

 Lanjut Sukamto, sebenarnya bukan system di negara ini yang harus diperbaiki. Namun mental penyelengara pemerintahan yang harus dirubah.

Menurutnya, terjadinya korupsi karena mental pejabat yang ada hanya mencari keuntungan sendir. Dan apa yang menjadi tujuan mereka dapat tercapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: