>

Sumbar Hanyalah Sirip Pendukung Tol Trans Sumatera, Jika Ditolak Warga Bisa Batal Dibangun? Ini Penjelasannya

Sumbar Hanyalah Sirip Pendukung Tol Trans Sumatera, Jika Ditolak Warga Bisa Batal Dibangun? Ini Penjelasannya

Jalan Tol Trans Sumatera. Foto : Dok Hutama Karya--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Tol Padang-Pekanbaru merupakan salah satu ruas Jalan Tol Trans Sumatera dengan hambatan terbesarnya ditolak warga.

 

Salah satu bagian yang masih nyangkut pembebasan lahannya adalah trase Payakumbuh-Pangkalan yang melalui 5 Nagari Kabupaten Limapuluh Kota. 

 

Jalan Tol Padang-Pekanbaru sebenarnya adalah sirip pendukung Jalan Tol Trans Sumatera. Jika merujuk pada peta Jalan Tol Trans Sumatera di bawah ini, terlihat bahwa tol Padang-Pekanbaru sebenarnya merupakan sirip pada bagian barat. 

 

BACA JUGA:Alhamdulillah, Harga BBM Kembali turun Rp 460/Liter, Cek Harga BBM Pertalite-Pertamax Per 12 Februari 2023

 


Peta jalur jalan tol trans Sumatera. Foto : Hutama Karya--

 

Jalan Tol Trans Sumatera memang memiliki tiga sirip pendukung. Pertama adalah koridor Medan-Tebing Tinggi-Sibolga, kedua koridor Padang-Pekanbaru-Dumai dan ketiga adalah koridor Palembang-Simpang Indralaya-Bengkulu.

 

Sementara koridor utama Jalan Tol Trans Sumatera adalah jalur ruas Tol Lampung-Palembang, kemudian tol Palembang-Jambi, Tol Jambi-Pekanbaru, Tol Pekanbaru-Medan dan kemudian Tol Medan-Aceh. 

 

Terkait penolakan warga Sumbar terhadap trase tol Payakumbuh-Pangkalan, itu telah terjadi sejak awal dicanangkan pada tahun 2018 lalu. 

 

Masyarakat 5 Nagari yang menolak berasal dari Nagari Koto Baru, Simalanggang, Nagari Koto Tangah Simalanggang, Taeh Baruah, Gurun dan Nagari Lubuak Batingkok. 

 

Ezi Fitriana, Sekretaris FORMAT (Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol) Limapuluh Kota menjelaskan ada beberapa alasan warga menolak jalan tol di trase Payakumbuh-Pangkalan. 

 

Pertama karena trase ini melewati perkampungan yang padat penduduk, kedua karena melewati lahan produktif dan ketiga karena trase ini melalui situs-situs adat dan budaya. 

 

Lantas, jika Tol Padang-Pekanbaru hanyalah sirip pendukung dalam Jalan Tol Trans Sumatera, apakah berarti koridor ini bisa batal dibangun jika masalah pembebasan lahan masih belum juga tuntas? 

 

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan tersambungnya ruas Tol Pekanbaru-Padang akan jadi tulang punggung Jalan Tol Trans Sumatera yang berarti ruas ini tak kalah penting dalam menciptakan kawasan perekonomian baru di dua provinsi yang dilaluinya yaitu Sumatera Barat dan Provinsi Riau.

 

Keseriusan pembangunan ruas tol Padang-Pekanbaru juga bisa dilihat dari nilai investasinya, jadi yang termahal di proyek Jalan Tol Trans Sumatera, mencapai Rp 80,41 Triliun.

 

Mengapa nilai investasi ruas tol Pekanbaru-Padang menjadi yang termahal? Pertama ruas ini terpanjang di proyek Jalan Tol Trans Sumatera yaitu 254,8 kilometer.

 

Kedua karena jalan tol Pekanbaru-Padang harus menembus Bukit Barisan dengan membangun lima terowongan yang total panjangnya mencapai  8,95 km. 

 

Hingga saat ini belum pernah ada pembahasan bahwa jalan tol di Sumatera Barat khususnya di trase Payakumbuh-Pangkalan akan di take out dari rencana awal. 

 

Pemerintah Provinsi Sumbar  pun terus melakukan upaya bersama pemerintah Kabupaten, membangun komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang awalnya menolak khususnya dari 5 Nagari Kabupaten Limapuluh Kota. 

 

“Sekitar 40-an orang perwakilan masyarakat pemilik lahan, menyatakan tidak pernah menolak pembangunan tol,” jelas Wakil Gubernur seperti dikutip Jambi Ekspres dari padeks.co. Bahkan mereka  membawa surat pernyataan tertulis untuk membuktikan dukungannya, 

 

Di sisi lain, Ketua ALMAST, Yondriko menjelaskan ada 267 bidang tanah yang akan terkena pembangunan jalan tol, yang terdiri dari bangunan rumah, lahan pertanian dan lahan kosong.

 

“Kami adalah warga dari 5 Nagari yang benar-benar terkena rencana trase jalan tol di Limapuluh Kota, tidak ada kami menolak. Kami mendukung rencana pembangunan jalan tol,” katanya, Ia juga berharap pemerintah bisa terus melanjutkan proyek strategis nasional ini.

 

Ditambahkan Husna, pengurus ALMAST, jika ada pernyataan menolak jalan tol trase Payakumbuh-Pangkalan, maka mereka tidaklah berasal dari pemilik lahan yang tanah atau rumahnya terkena langsung.

 

“Kami keberatan dengan adanya pernyataan sekelompok orang yang mengatasnamakan warga terdampak yang menolak tol Payakumbuh-Pangkalan ini. Mereka yang menolak hanyalah segelintir orang yang namanya bahkan tidak ditemukan dalam daftar rencana trase tol yang kami pegang,” lanjutnya lagi. 

 

Seperti diberitakan sebelumnya, penolakan pembangunan jalan tol di 5 Nagari telah memasuki tahap serius. 

 

Bahkan FORMAT (Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol) Limapuluh Kota telah mengantar langsung surat keberatan atas pembangunan trase Payakumbuh-Pangkalan ke kantor JICA sekali donatur asal Jepang yang akan mendukung dana untuk pembangunan tol ini. 

 

Ezi Fitriana, Sekretaris FORMAT mengatakan masyarakat sangat kecewa dengan kebijakan kepada daerah yang telah merekomendasikan trase Payakumbuh-Pangkalan dibangun di 5 Nagari. 

 

Kata Ezi, Bupati Limapuluh Kota telah memaksa wali nagari mencabut penolakan. Pencabutan ini kata Ezi sebenarnya tak memberi pengaruh apa-apa terhadap aspirasi ninik mamak dan masyarakat yang terdampak. 

 

Bahkan upaya pemaksaan ini tegas Ezi, semakin membulatkan tekad masyarakat untuk meminta kembali pengalihan trase tol ke daerah lain. Kini bahkan masyarakat telah mengumpulkan tanda tangan penolakan. 

 

Langkah besar lainnya, FORMAT dibantu oleh Walhi bersama dua LSM di Jepang, telah pula mengirim surat penolakan pembangunan jalan tol di 5 Nagari, surat diantar langsung ke Kantor JICA di Tokyo Jepang. 

 

Isi surat diantaranya meminta JICA sebagai salah satu donatur pembangunan jalan tol Payakumbuh-Pangkalan asal Jepang, menghentikan kucuran dana untuk pembangunan jalan tol ini. 

 

Proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) hingga tahun 2023 telah dibangun sepanjang 1.066 kilometer dari Lampung hingga Aceh. 

 

Selama tahap pembangunannya, berbagai kendala dihadapi pengembang. Mulai dari kondisi tanah rawa dan gambut, lokasi yang jauh hingga pembebasan lahan yang masih terhambat.

 

Hingga awal 2023 ada 465 Kilometer Jalan Tol Trans Sumatera yang sedang dalam tahap konstruksi dan ada 599 kilometer ruas tol telah operasi, telah dilalui kendaraan. 

 

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, jika tak ada lagi kendala lahan maka pemerintah siap mempercepat pembangunan ruas jalan Tol Padang-Pekanbaru di wilayah Sumatera Barat.

 

Adapun salah satu ruas di wilayah Sumbar yang telah mulai dibangun yaitu Tol Padang–Sicincin dimana pembebasan lahannya telah mencapai 81,2%. 

 

BACA JUGA:Tak Semua Pemilik Lahan Menolak Pembangunan Jalan Tol Payakumbuh Sumbar, Ini Faktanya

 

BACA JUGA:Meluruskan Jalur Berkelok dengan Biaya Rp 12,35 Triliun, Tol Aceh-Sigli Sebentar Lagi Tersambung 100 Persen

 

Sementara dari arah Riau, ruas tol Padang-Pekanbaru terus dikebut. 

 

Trase Pekanbaru-Bangkinang bahkan telah rampung 100 persen sejak 4 Januari 2022, pun lanjutannya yaitu tol Bangkinang-Koto Kampar progresnya telah mencapai 73,6 persen dengan target tahun 2023 rampung dan mulai operasi. 

 

Hingga saat ini, Hutama Karya telah membangun JTTS sepanjang ±1.064 km dengan 465 km ruas tol konstruksi dan 599 km ruas tol Operasi. Adapun ruas yang telah beroperasi secara penuh diantaranya yakni Tol Bakauheni – Terbanggi Besar (141 km), Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (189 km), Tol Palembang – Indralaya (22 km), Tol Medan Binjai (17 km), Tol Pekanbaru – Dumai (132 km), Tol Sigli Banda Aceh Seksi 2, 3 dan 4 (37 km) serta Tol Binjai – Langsa Seksi 1 (12 km), Tol Bengkulu - Taba Penanjung (18 km) dan Tol Bangkinang - Pangkalan (31 km). (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: