Bagian 5: “Instalansi Gawat Darurat”
ilustrasi--
“Kita boleh nggak peduli tapi jangan hilang simpati dan empati”
>>>***<<<
“Karena ada penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada pembuluh darah. Penyebabnya karena ada peningkatan kadar kolesterol LDL darah yang berlebihan Dok, dan karena adanya penumpukan pada dinding arteri, aliran dah terganggu yang beresiko merusak pemubuluh darah” Ruangan bedah pasca operasi jantung korpner itu terasa mencekam, pernyataan – pernyataan yang diberikan terkait kasus kesehatan yang mereka amati sedari tadi belum tentu benar. Namun, satu – satunya pilihan disini, hanya bertahan dengan jawaban yang pas – pas atau tidak sama sekali yang membuant masing – masing dari mereka terkungkung rasa resah, mengulang kembali tahun depan.
“Selain tes darah dan rotgen, yang bisa dilakukan lagi dalam mendiagnosis penyakit jantung?” Pertanyaan itu kembali diajukan, semuanya terasa was – was, “Kamu yang rambut panjang, let me hear your answer.”
Arsena yang ditunjuk, mebahasahi bibirnya sebentar, “elektrokardiogram, pemantauan holter, ekokardiogram, katerisasi jantung, CT Scan, dan—” Arsena terdiam, perasaan gugup yang mendominasi membuatnya lupa tiba – tiba, padahal jawaban terkahir itu tersangkut di ujung lidahnya. Namun, begitu sulit untuk mengucapkannya.
“And then?” Dokter spesialis Kardiolagi Jantung tersebut tampak tidak sabaran menunggu jawaban Arsena, raut mendesak dan tatapan meremahkan tercetak jelas.
“Magnetic Resonance Imaging, MRI.” Sebuah suara menyahuti, suara husky yang sangat familiar beberapa minggu ini di telinga Arsena. Wajahnya tampak dingin, bahkan terkesan lebih sombong dari sang dokter yang tengah berdiri di hadapan mereka semua. Dokter yang sedari tadi menyerbu mahasiswa coas dengan berbagai pertanyaan itu, tersenyum culas.
“Prepare yourself better next time, and don't be a whiz. see you next time.” Perkumpulan yang menegangkan dengan kata perpisahan yang sedikit menyidir itu akhirnya bubar. Semuanya kompak berterimakasih hingga bayang sang Dokter tak lagi ditangkap oleh mata. Arsena menghela nafas pelan, ia merengangkan tubuhnya yang terasa kaku.
Ctakk
“ARGH!” Arsena berteriak kesakitan saat sebuah tangan besar menyentil kepalanya, ia mengusap dahinya yang memerah.
“Bisa – bisanya lo lupa, padahal MRI itu mendasar banget buat jantung.” Raka kembali mengomeli Arsena, padahal ini bukan lagi minggu pertama mereka coas. Namun, perlakukan Raka tak pernah berubah. Sahabatnya itu akan terus mengomelinya sepanjang jam istirahat mereka, kemudian kembali membantai Arsena dengan mengajaknya belajar lebih banyak hingga larut malam untuk kembali menjawab pertanyaan Dokter di setiap State Coas mereka.
“Padahal ini state terkahir kita, pertanyaan juganya harus mudah. Kenapa ya gue bisa lupa. Ini semua gara – gara dokternya songong banget sih! Belum jawab aja gue udah enek liat mukanya.” Semenjak memasuki State bedah tiada hari dimana Arsena tidak akan mengumpati Dokter Spesialis Kardiologi tersebut, Arka menutup mulut Arsena segera dengan tangannya, menarik Arsena menjauh dari kawasan RO (Room Operation).
“Tangan lo bau terasi, Raka sinting!”
Bugh!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: