Bagian 5: “Perihal Kita Yang Mencoba Berdamai”

Bagian 5: “Perihal Kita Yang Mencoba Berdamai”

Ari Hardianah Harahap--

Kedunya sama – sama emosi, sesi baku hantam ronde dua hampir saja kembali terjadi. Namun, percakapan Garasa dan Kak Sara yang tenang bermain bongkar pasang puzzle di karpet ruang tengah memaksanya keduanya harus bungkam dan kembali saling mendiamkan sembari membuang wajah masing – masing ke belakang.

“Sa, enaknya dikasih apa ya biar seru? Mau cerulit, sabit atau parang?” Suara Sara menggelegar keras, matanya dan tangannya masih sibuk dengan puzzle yang ada di tengahnya dan Garasa.

Garasa terkekeh, “Mau ada apa kak dirumah?” Tanya Garasa iseng, ia melirik Sadam dan Roan yang mendengus mendengarnya.

“Kakak Cuma pengen bersihin rumput depan rumah aja, cuma kalo ada bonus film action sampe berdarah – darah di halaman depan juga lumayanlah, nggak perlu ke bioskop lagi kakak.” Sara menekankan tiap kalimatnya, matanya melirik dua remaja yang masih saja bersikukuh untuk bermusahan itu.

Garasa tidak lagi menahan tawanya, ia sungguh menikmati tontonan gratis lovey-dovey kedua sahabatnya itu, ia tak habis pikir dengan kedunya yang bertahan untuk ego. Apa susahnya sih mengalah? Toh, yang mengalah tak selamanya berarti kalah. Garasa menatap Sara, ia mulai mengelurkan jurus andalannya untuk merecoki Sara. Pertama, Garasa berpindah posisi duduk di samping Sara, kemudian bersandar manja pada lengan kakak sahabatnya itu, yang merangkap menjadi kakaknya juga. Sara menatap Garasa was – was, sedang sang empu yang dimaksud hanya tersenyum lebar, memberikan senyum paling manis yang ia punya.

“Kak Saraaaa….” Garasa memanggil Sara manja, ia menampilkan gigi ratanya, “Kakak masakin spageti kayak kemarin dong!” Pinta Sara, ia menatap Sara penuh iba. Sara tak menggubris, “telor aja, mau apa nggak? Kalo nggak mau ya udah.” Balas Sara singkat.

Garasa merengek kesal, “Kak Sara……ayooolahhhh….” Sifat manja Garasa itu alami, walau Sadam dan Roan yang menyaksikannya ingin muntah, terutama mengingat imej sahabatnya itu di lingkungan sekolah, Garasa di sekolah dan dirumah sungguh jauh berbeda. Garasa itu anak tunggal, pintanya selalu dituruti, ia dimanja, hanya saja kasih tak selalu ia dapat, maunya banyak bukan karena ia ingin, tapi ia ingin diperhatikan yang sayangnya salah diartikan. Garasa menggelepar di lantai layaknya ikan yang butuh air, ia bahkan berguling ke kanan dan kiri.

“nggak usah lebay,” Ujar Sara, cuek dengan segala protesan Garasa yang sudah seperti balita.

“kak!” Protes Garasa, ia menggucangkan lengan Sara kuat. Sara tidak bergeming, mempertahakan posisinya, masih tak acuh pada rengakan Garasa yang sudah kepalang kesal pada Sara. Satu – satunya jurus hanya Garasa keluarkan, hanya jurus air matanya. Garasa bersiap berakting, ia mencibik, matanya mulai berkaca – kaca, ia memojokkan dirinya di sudut dinding, membelakangi Sara.

“Ya udah gapapa, nggak usah masak spageti.” Nada suara Garasa berubah menjadi sendu, “minta buatin mama aja tunggu pulang dari milan.” Ujarnya, terdengar helaan nafas berat. “Eh, tapi mama emangnya bakal pulang hahaha..” Lanjut Garasa. Sara hanya berdecih kesal, bocah – bocah ini sangat tau kelemahannya, mendengar suara gerakan Sara berdiri, Garasa menahan mati – matian tawanya.

“Mau kemana kak?” Tanya Garasa basa – basi. Sara mendengus, “Nggak usah sok nggak tau lo bocah edan!” Jawab Sara.

Garasa tersenyum lebar, melihat Sara yang pergi keluar rumah, tentu saja pergi membeli bahan untuk membuat Spageti untuknya, Garasa melambaikan tangannya riang, “Ikan cucut ikan hiu, kak sara kiyut, I luv u” Teriak Garasa, setelah Sara hilang dari jangkaun pandangannya ia segera menjadi Garasa yang biasanya. Garasa berjalan kearah dapur, mengambil dua kantung es dan melemparkan dengan sekanannya pada Sadam dan Roan. 

Ia duduk dengan santai di tengah kedunya, merangkul kedunya dengan erat, “Nggak bisa ya brodie – brodie sekalian damai?” Tanya Garasa tenang, kedunya berdecih.

“Ogah!”

“Najis!” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: