Another Universe: “Huru Hara Kita, Dunia dan Rasa”

Another Universe: “Huru Hara Kita, Dunia dan Rasa”

ilustrasi--

“Coba bayangkan seandainya…”

Arjuna mendengus kesal, lagi – lagi dihadapkan dengan orang – orang yang terus menyuruhnya berandai – andai, sedang Arjuna tidak pernah suka melakukan hal itu. Baginya berandai – andai itu hal yang sia – sia, perihal manusia yang membohongi diri dan menghibur diri. Mengapa tidak menikmati yang ada, dibanding terus saja berandai – andai, ibaratnya menyesali sesuatu yang sedari dulu di tuai. Namanya konsekuensi, hasil dari aksi, yang kita lakukan yang kita nikmati, lalu mengapa berharap yang lain?

“Bosan?” Aresa berdiri di sampingnya, tampilannya masih sama, masih dengan senyum manis dan wajah sedikit pucatnya, matanya masih punya binar yang khas walau sedikit redup. Yang membedakannya kini hanya rambut panjang semampai yang menyentuh punggungnya.

“Lebih dari pada itu.” Jawab Arjuna, memutar bola matanya malas. Ia menatap orang yang berdiri di hadapannya tak minat, sesekali matanya melayu dan menyayu, tanda – tanda kantuk mulai menyerangnya pelan – pelan. Arjuna tahu, kehadirannya kinu hanya demi adiknya, yang untuk pertama kalinya berhasil membuat seminar semegah ini. Walau hampir tertidur, mata Arjuna tidak akan lepas dari eksistensi Adela yang sedari tadi sibuk hilir mudik memastikan segala acara yang ia persiapkan berbulan – bulan berjalan dengan lancar. Adela tumbuh baik, keajaiban tuhan yang Arjuna syukuri bahkan sampai kini tanpa penyesalan. Bahkan Arjuna masih ingat, kala ia menghadiri wisuda Adela sebagai sarjana, rasa haru dan air mata itu bahkan masih berbekas di hatinya.

Arjuna merasakan tepukan halus di pahanya, tepukan pengingat yang menjadi kebiasaan sedari dulu, sampai kini tidak pernah berubah. Arjuna melirik sesaat, setelahnya abai, sebab tau sang pelaku. “Jangan tidur!” Lagi ujar Aresa, yang diangguki pelan oleh Arjuna.

“Seandainya itu pengharapan yang buat manusia hidup,” Bisik Aresa pelan, “Seandainya itu bisa jadi banyak alasan untuk orang – orang yang putus asa, Arjuna. Seandainya itu…”


Ari Hardianah Harahap--

“Sakit yang sengaja dibuat.” Arjuna memotong perkataan Aresa, matanya masih terpejam, sebab ia tak yakin mampu menatap Aresa biasa saja, kala ia dan kata seandainya selalu saja perihal luka, banyak seandainya yang Arjuna sayangkan, banyak seandainya dalam hidup Arjuna yang buat ia terus ada dalam ambang kecewa, Arjuna benci seandainya, terutama soal ia dan seandainya…perihal Aresa. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: