Bagian 1: “Kita di Pagi Penuh Warna”

Bagian 1: “Kita di Pagi Penuh Warna”

Ari Hardianah Harahap--

Sadam terkekeh, motor yang dibawa Sara mulai membelah jalanan, “Siapa yang banyak tingkah, orang cuma setingkah.” Jawab Sadam enteng, yang dipelototi Sara lewat kaca spion, dan dibalas Sadam dengan peletan lidah dan ekspresi yang menyebalkannya.

Di jam biasanya Sara dan Sadam berkendara, tidak banyak kendaraan yang melintas, dan satu – satunya jalan yang melewati sekolah Sadam tidak termasuk jalan raya yang besar, hanya saja lumayan pada jika di sore hari yang membuat lampu lalu lintas harus dipasang, sepagi ini juga Sara dan Sadam hanya akan menemui orang yang sama, yang tiap harinya memiliki jam yang sama dengan mereka, salah satunya laki – laki bermotor ninja dengan helm full face yang menyiskan matanya, yang tak pernah luput dari kejailan Sadam.

“Eh, abang jomblo.” Sapa Sadam, yang dibalas kekehan oleh laki – laki bermotor ninja tersebut. “Baik,” Balasnya dengan mata menyipit senang.

“Masih jomblo bang?” Tanya Sadam lagi jahil, yang dibalas anggukan dan kekehan serempak oleh pemilik motor ninja tersebut.

“Kebetulan nih bang—”

“Saya punya kakak yang cantik, pekerja keras, dan setiap. Minat jadi kakak ipar saya nggak bang?” Kalimat Sadam terputus yang dilanjutkan dengan mantap oleh sang pengendara ninja tersebut. Persis, dengan kalimat yang ingin Sadam ucapkan. Saking terbiasanya, sang empu yang menjadi korban kejahilan Sadam jadi hafal. Sadam dan Pria tersebut tertawa kompak. Wajah Sara memerah malu, ia sengaja menggas motornya denga suara keras, kemudian tersenyum canggung.

“Maaf ya bang, adik saya emang malu – maluin.” Tepat setelah kalimatnya selesai, lampu berubah warna, membuat Sara segera menancap gas, sungguh Sadam dan tingkah absurdnya itu cobaan berat bagi Sara.

Keduanya sampai disekolah Sadam, ekspresi kedunya terlihat kontras, Sara dengan wajah nelangsanya, sedang Sadam dengan rona bahaginya, sebab berhasil menjahili Sara. Namun, tak urung ia turut mengulas senyum walau dongkol setengah hati, memasangkan ulang dasi adiknya yang tak pernah rapi itu, kalo begini sebesar apapun Sadam, ia masih anak kecil di mata Sara.

“Dasar bocah, masang dasi aja nggak bener.” Komentar Sara.

“Biar lo berguna dikit jadi kakak,” Balas Sadam dengan mata menyipit.

“Sialan,” balas Sara tertawa kecil, kemudian mengacak rambut adiknya yang dibalas delikan sebal oleh Sadam.

“Belajar yang bener sono!” Suruh Sara, yang hanya dibalas dengusan oleh Sadam. Sadam menyalami Sara sebelum berlari memasuki halaman sekolahnya. 

“Pulang, jangan lupa bawa calon ya!” Teriak Sadam keras, sembari melambaikan tangan kepada Sara dengan cengiran khas, sebelum Sara sepenuhnya meninggalkan pekarangan sekolahnya. Beberapa pasang mata orang – orang di sekitarnya dan guru yang tengah menjaga gerbang menatap Sara, yang hanya Sara mampu balas dengan menundukkan kepalanya dalam – dalam.

“Emang ada benernya gua kutuk jadi ayam penyet aja si Sadam!” Misuh Sara kesal. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: