>

Bagian 10: “Remaja dan Dewasa itu Suka Duka”

Bagian 10: “Remaja dan Dewasa itu Suka Duka”

Ari Hardianah Harahap--

“Singkat aja, biar sangat sedikit, tapi tidak berakhir sakit”

-Sandi

>>>***<<<

Ada percakapan dimana Sandi dan Bian terlalu sulit menemukan titik temu, tumbuh dan berkembang bersama bukan berarti semuanya akan sama, tak jarang perbedaan terlalu banyak diantara mereka, bahkan hal sesederhan tentang sebuah presepsi menjadi manusia? Tentang mereka yang melewati fase – fase beranjak dewasa, tentang suka dan dukanya waktu yang telah mereka lalui, jalannya tidak selalu mulus, tawa juga kadang terasa hampa walau raut bahagia diantaranya begitu kentara, namun ada sedih yang terasa begitu nyata, pada asal usulnya jelas jelas tidak ada.

“Kenapa kita harus melewati fase fase seberat ini?” Tanya Bian, Sandi hanya menggeleng lelah, ia pejamkan matanya, Bian dan rumitnya pikiran pemuda itu tak akan pernah usai, rasanya sia – sia saja Sandi menjelaskan, sebab sahabat yang ditakdirkannya itu bahkan sebelum zigot tidak akan pernah puas bahkan hingga nanti semesta hanya tersisa keping – kepingnya saja.

“Kalo lo sehari aja nggak bisa nanya bisa nggak Bi?” Tanya Sandi balik, yang dibalas Bian dengan gelengan kepala, ia menerawang menatap langit – langit, “Rasanya nggak plong, kayak ada beban tapi bukan beban juga, kepala lo seolah penuh tapi nggak tau karena apa? Capek, padahal nggak ngelakuin apa – apa. Jadi, gue nggak mau terjebak di rasa yang ambigu gitu.
 Jelas Bian. Sandi hanya menghela nafas.

“itu kenapa lo disebut remaja yang beranjak dewasa, disaat lo mempertanyakan semua hal yang berputar di kehidupan lo, disaat banyaknya pilihan tapi bahkan lo nggak bisa memilih salah satu dari itu, manusia itu suka duka Bi, yang artinya mau lo remaja mau lo dewasa itu bakal sama aja, suka dukanya. Jadi lo nggak usah memperkeruh pikiran lo dengan hal yang nggak guna gitu.” Terang Sandi, menepuk kepala Bian sedikit keras, kesal dibuatnya.

Bian meringis sakit, “tapi lo kan seumuran gue San, kok lo ngejawabnya seolah lo udah hidup lama banget, kek udah merasa si yang paling dewasa banget!” Protes Bian tidak terima, rasanya masih aneh saat ia masih tak mampu mengimbangi Sandi sedikitpun padahal mereka mengahabiskan waktu lebih banyak bersama.

“Emang benerkan gue lebih lama hidup dari lo,” Ujar Sandi sekenannya.

“Hah Gimana?” Tanya Bian.

“Gua lahir dua jam lebih dulu dari lo, itu artinya gue menghirup oksigen dua jam lebih lama dibanding lo. Tunduk loh sama senior!” Suruh Sandi.

“O asu!” Umpat Bian Kesal. (bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: