Bagian 22: The Power of Kepepet

Bagian 22: The Power of Kepepet

Ari Hardianah Harahap--

“Manusia itu unik, luar biasanya disaat terdesak saja. Selebihnya jika ia bisa mengapa harus kita? Benar bukan.”

-Sandi, itu sindirian sadar diri woi!

>>>***<<<

“Lo pernah tau nggak kalo diwaktu waktu tertentu kita bisa melakukan di luar batas kemampuan kita, keren banget nggak sih ini tubuh manusia.” Sandi dan obrolan nyelenehnya setiap pagi, Jingan yang sudah mulai tidak peduli dan terus fokus pada sarapannya, sedang Jinan dan Bian menghela nafas lelah, apa dosa mereka di kehidupan sebelumnya hingga bertemu makhluk serandom Sandi.

“Lo pagi – pagi tu coba nanya beneren dikit, udah sarapan kek apa kek? Ini bahasan kita kayak orang gila mulu.” Cibir Jingan, walau mulutnya penuh, menjulidi Sandi sudah menjadi keharusnnya setiap hari, “Lo juga bisa nggak pagi tu dibuka dengan hal yang berfaedah, perasaan ngejulid mulu, dimana – mana yang ngejulid tu cewek, ini cowo. Banci lo?” Balas Sandi dengan perkataan yang tak kalah tajam. Jinan dan Bian hanya menghela nafas kemudian bersiap mengambil posisi untuk menonton drama harian mereka, bahkan Bian dan Jinan bertaruh siapa diantara mereka yang akan mengalah duluan.

“Kayak biasanya, gue yakin si Sandi yang menang, soalnya mulut tu anak ngadi – ngadi banget.” Bisik Jinan pada Bian sembari menaruh uang di hadapan mereka.

“Ceban doang lo,” Protes Bian pelan, “Ya udah gue si Jingan. Moga anak tu menang hari ini. Kapok gua kalah mulu milih si Sandi.” Lanjut Bian yang dibalas anggukan oleh Jinan.

Sandi dan Jingan masih saja beradu mulut, padahal bel sudah berbunyi dari tadi, biasanya Jinan yang akan menyuruh mereka untuk berhenti dan masuk kelas, namun karena Jinan juga berniat tidak masuk kelas hari ini, ia hanya menonton dengan kerupuk udang di tangannya, tak jauh dari mereka, Pak Cagur alias si guru olahraga yang 24/7 waktunya habis dengan mencari murid – murid yang Bengal melanggar aturan sekolah.

“Bian, hawa – hawa gue nggak enak sumpah,” bisik Jinan pada Bian, melihat Pak cagur dengan kumis tebalnya yang sudah turun naik, wajahnya merah yang tandanya ia sangat marah padahal hari masih pagi.

“Arah jam 3, lari dalam hitungan tiga,” Balas Bian bersiap – siap seolah tau bahwa ada yang tidak beres dengan Bian dan Jinan, Jingan melirik kearah mereka, dan segera paham bahwa ada yang tidak beres dengan acara bolos membolos mereka hari ini. Sedang satu – satunya manusia yang asyik dengan ocehannya tanpa menyadari keadaan sekitarnya hanyalah Sandi.

“Sandi gue paham kenapa manusia bisa melakukan hal hal yang luar biasa di waktu yang sangat terdesak,” Potong Jingan yang dibalas Sandi dengan tatapan bingung, “karena ini namanya the power of kepepet,” Setelahnya Jingan segera mendorong Sandi begitu saja dan turut berlari bersama Bian dan Jinan.

“SANDI!!! KAMU LAGI KAMU LAGI!!” Teriak Pak Cagur yang segera dibalas Sandi dengan tatapan nelangsa. Inilah kawan mengapa kita harus tau arti setia dari pertemanan atau setidaknya kita sadar untuk tidak membolos selama jam sekolah. Karena ditinggalkan juga ternyata menyakitkan.

“Sial, Sial, Sial.” (bersambung)

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: