Bagian 3: “Bian Menang, Jinan Tercengang”

Bagian 3: “Bian Menang, Jinan Tercengang”

Ari Hardianah Harahap--

“boleh kalah, boleh mengalah, nggak ada yang salah, tapi harus selalu ingat, yang namanya manusia pasti ada serakah, jadi jangan ragu untuk bilang kalo kamu lelah”

>>>***<<<

Hari ini hari terkahir ujian semester genap Bian, Sandi, Jingan, dan Jinan. Keempatnya berkumpul di taman belakang sekolah yang penuh dengan rumput dan ilalang tinggi, dan entah ide dari siapa, keempatnya kompak merawat taman belakang yang terbengkalai itu menjadi taman pribadi mereka, hampir dua setengah bulan setiap sepulang sekolah keempatnya berkumpul, mulai dari mencabuti rumput, mengais lumut, hingga kembali mendatarkan gumpalan tanah yang tak beraturan. Menyisakan ilalang tinggi di sepajang pinggir taman, agar tidak ada siswi atau siswa lainnya yang datang ke tempat yang mereka sebut markas ini.


yamaha--

Keempatnya datang dengan kelegaan yang masing – masing, Bian dengan senyum tipisnya, Jinan dengan setumpuk komik jepangnya, Sandi dengan senyum cerianya, dan Jingan dengan siulan godaan andalannya. “Akhirnya, tiba jugalah engkau wahai hari – hari yang kutunggu.” Teriak Jingan girang, ia tarik tangan Sandi berputar – putar, selebrasi kebahagiaan pasca ujian.

“Senengnya kayak nggak bakal ada remed aja tuh bocah!” Komentar Bian, yang masih dapat didengar Sandi dan Jingan, namun kedua makhluk tuhan itu memilih abai dan tetap bersenang – senang dengan cara mereka, entah itu berteriak, berlarian, hingga pukul – pukulan antar keduanya.

“Syuttt…orang lemah dilarang komen.” Ucap Jinan datar membalas Bian. Bian yang mendengarnya berkerut bingung, “Lemah? Apa maksud lo bawang?” Tanya Bian berdecak, tidak terima di bilang lemah oleh Jinan.

“Iyalah, orang lagi happy juga biarin ajalah. Emangnya elo, belum kejadiaan aja udah ruwet! Mana tahu mana tempe mereka beneren nggak remed,” Jawab Jinan tenang, tatapannya ia kembalikan fokus pada bacaannya. Bian mendengus, “Lo mah enteng gitu karena nggak pernah remed.” Ujar Bian.

“Ya makanya belajar,”

“Udah belajar, tapi tetap remed ya gimana!”

“Ya makanya kudu pintar!”

“Memangnya gue pea?!”

“Gue nggak bilang!”

“Tapi gue merasa!”

“Ya bukan salah gue!”

“Huwalah anjing tenan!”

“Sia jancuok!”

“Baku hantamlah kita!”

“Ayok!! Siapa takut?!”

Bian dan Jinan bersiap menggulung lengan baju mereka, Sandi dan Jingan yang sedari tadi sibuk dengan dunianya sendiri memusatkan atensi mereka kepada Bian dan Jinan, kedunya tersenyum licik, menatap satu sama lain dengan penuh makna.

“Cola?” tanya Jingan menawarkan yang ditolak Sandi dengan gelengan dan senyum tipisnya.

“Popcron?” Tanya Sandi balik, yang diangguki oleh Jingan setelah berpikir beberapa saat. “deal?” Ujar Sandi, mengeluarkan uang 10 ribu miliknya disusul dengan uang 10 ribu milik Jingan, “Deal!” balas Jingan mantap.

“Gua Jinan, Soalnya Bian cepu!” Balas Sandi, untuk pertama kalinya Sandi memilih menyerah bertaruh dengan mendukung sahabatnya, pasalnya ini bukan sekali atau kedua kalinya Sandi apes, terlalu sering malah, hingga membuat Sandi muak uangnya terus habis jika bermain bersama Jingan atau Jinan. Jika kalian tanya Bian, Bian paling anti yang namanya taruh menaruh judi menjudi, jika kata Bian tidak, maka itu tidak untuk seumur hidupnya.

“Oke kalo gitu gue, Bian!” Balas Jingan, kedunya bersiap menonton aksi pertarungan Bian dan Jinan, si cowok cool dan si maestro rumus siap bertempur.

“Hiyakkk!!!” Teriak Bian keras bersiap – siap.

“Huawaaaakkk” Teriak Jinan tak kalah keras. Keduanya menatap satu sama lain dengan tajam, bersiap menyerang hingga titik darah penghabisan.

“BATU GUNTING KERTAS!” Teriak kedunya kompak, kemudian mengelurkan jurus mereka masing – masing. Bian gunting, Jinan kertas. Bian kompak berteriak, dan berlari memeluk Jinan, jangan dipikir ia tak tahu tentang taruhan yang selalu dilakukan jika diantara mereka ada yang akan bertarung.

“JINGAN AYO MAKAN KETOPRAK SPESIAL BU INEM!” Teriak Bian Bahagia, berpelukan bersama Jingan, keduanya menyeblresikan kebahagiannya menuju kantin, meninggalkan Sandi yang menangis uangnya dan Jinan yang syok sebab kekalahannya. Jika ia kalah dari Sandi dan Jingan itu tidak masalah. Namun, ini Bian. Pemain paling cupu diantara mereka berempat. Jinan menatap Sandi dengan tatapan linglung juga bingung yang dibalas Sandi dengan tatapan kesal.

“LEMAH!” kesal Sandi meninggalkan Jinan dengan raut tercengannya.

“Mau kiamat kah, kok bisa Bian menang ya tuhan?” Gumam Jinan, terpekur ditempatnya. Keempatnya rumit juga unik, rasanya asyik untuk selalu dikulik, entah salah satunya atau semuanya. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: