Bagian 1: “Sudahlah Jomblo Gagal Move On Pula”

Bagian 1: “Sudahlah Jomblo Gagal Move On Pula”

Ary--

Enjoy the playlist and Happy Reading!

https://open.spotify.com/playlist/7kgk4zu6Nhie1SntG0btgg?si=306301b616a04b04

Want to know, cara refund kenangan lama bersama mantan terindah gimana deh?”

-Arya, Jomblo Twitter 2022

>>>***<<<

Rasanya sudah sangat lama tidak menjajaki kota yang menjadi tempat Arya menghabiskan masa kecil dan remaja, sebelum ia menatap di Singapura dan berakhir di Jakarta untuk waktu yang lebih lama. Butuh waktu dua setengah jam bagi Arya untuk sampai di Bandung, kota ini masih sama persis sejak dulu, bahkan saat Arya kabur ke kota ini dari aksi perjodohan brutal yang dilakukan Mama untuknya, kota ini masih sama indahnya. Arya memarkirkan mobilnya di basement bawah apartemennya, hunian yang ia beli setengah bulan lalu akhirnya berguna juga setelah lama ia biarkan tanpa penghuni, awalnya Arya berniat menyewakannya. Namun, sangat sayang bagi Arya jika nanti penghuni yang menyewa apartement miliknya ini malah menghancurkan tempat istirahatnya.

Arya menginspeksi apartemennya, dibeberapa sudut kentara dengan debu, bahkan Arya terbersin – bersin dan terbatuk – batuk saat mendekat, dengan begitu Arya mengambil langkah mundur. Menekan beberapa nomor di ponselnya, meminta mitra kebersihan untuk datang ke unitnya.

“Enaknya jadi orang kaya, mau apa tinggal tekan terus bilang hehe,” Gumam Arya, sendiri itu memang menyeramkan, terutama jika manusia setengah waras seperti Arya, tembok sekalipun akan diajaknya bicara jika sudah tak ada lagi manusia di sekitarnya.

Arya bukannya tidak punya uang untuk menyewa hotel selama semalam, sejak dua tahun lalu perkembangan Arya cukup pesat sebagai budah korporat, jika dulu ia harus menghasilkan pundi – pundi rupiah dengan bangun pagi pulang pagi sampe tifus pun belum tentu jadi, sekarang hongkang – hongkang kaki saja, uang terus mengalir untuknya, tidak mau sombong, tapi pamer sedikit bisalah, sebab Arya juga manusia, kesannya gimana gitu, nggak pamer, nggak asyik kalo nggak bikin tetangga iri.

Lagipula, alasan lain yang membuat Arya begitu malas untuk check-in hotel, tidak lain dan tidak bukan, ia malas berbasa – basi dengan para resepsionis, tidak semua, namun diantara mereka cukup membuat Arya bergidik ngeri saat senyum centil dan tatapan menggoda bagai kucing betina mau kawin dilayangkan padanya, Arya tahu dirinya tampan, malah sangat sadar, namun untuk menarik perhatiannya, bukan begitu caranya.

“Permisi,” Sebuah suara dan ketukan pintu menditraksi Arya. Arya melangkah, membuka pintu. Menyambut beberapa pekerja dengan seragam biru yang khas sebagai mitra pembersih dengan senyuman tipis, mempersilahkan dua orang yang jika Arya taksir seumuran Aji, adiknya, untuk  memulai pekerjaan mereka. Arya melihat pekerjaan keduanya dengan seksama, sesekali melempar senyum saat mereka tak sengaja bersitatap.

“Semangat ya adek – adek sekalian!” Arya menyemangati keduanya, sebenarnya Arya bukan tipe orang yang mudah berbaur, tapi suasana baik hatinya tak bisa ia abaikan begitu saja, ada baiknya ia berbagi pada orang sekitarnya, dan ekstensi manusia yang ia temukan hanya dua orang tukang bersih – bersih apartemennya. Dua orang yang bertugas tersebut hanya mengangguk tersenyum canggung, sebab diberikan senyum selebar senyum Arya cukup menakutkan, karena jika dipikir kembali Arya dan wajah ceria memang tidak dapat didebutkan sebagai satu kesatuan.

Selagi menunggu kegiatan membersihkan apartemennya selesai, Arya menggulirkan akun sosial medianya sembari duduk di sofa. Membuka aplikasi hits dikalangan anak muda, Instagram. Sebuah instastory dengan lingkaran hijau menarik minat Arya, tapi ia abaikan, padahal hatinya memberontak setengah mampus untuk menakannya, hanya ada dua kemungkinan jika Arya melihatnya, satu kabar bahagia bahwa bisa jadi ‘dia’ yang Arya inginkan gagal mencapai visinya tahun ini, atau kabar buruk sebab ‘dia’ yang Arya gadang – gadang menjadi belahan jiwanya akan mewujudkan visinya dalam waktu dekat dengan genggaman orang lain.

Arya menggulirkan berandanya, melihat postingan teman – temannya yang lain. Tidak ada berita yang menarik, selain teman – temannya yang berlomba memposting pencapaian mereka kini, bahkan hampir setengah story yang Arya lihat dipenuhi dengan foto pernikahan atau figur foto keluarga kecil yang bahagia dengan seorang bayi yang baru saja lahir. Arya juga ingin, sayangnya diumur yang menginjak kepala tiga, Arya masih tidak menjumpai belahan hatinya.

Arya juga ingin menggendong seorang bayi yang nanti akan memanggilnya Ayah, dan pulang pada peluk perempuan yang ia cintai, tentunya selain mama, dengan kata lain, sebut saja istrinya. Itupun jika Arya bisa menikah, jika tidak bagaimana? Bahkan spekulasi tentang ia yang ternyata tidak memiliki belahan jiwa atau belahan jiwanya ternyata sudah mati sejak lama sempat mencokoli benak Arya. Sungguh lelah rasanya, mencari seorang perempuan yang dapat ia persunting dan ia temui pada Mama.

“Pak, kamar yang itu mau kita bersihin juga nggak pak?” Arya menutup ponselnya, memandang orang yang mengajaknya berbicara.

“Hah?” Karena terlibat percakapan yang cukup tiba – tiba, Arya perlu jeda sesaat untuk memprosesnya, “Oh, itu nggak usah, makasih ya.” Setelah mengatakannya, kedua orang itu mengangguk dan meninggalkan Arya.

Arya menghempaskan tubuhnya dikasur tanpa sprei tersebut setelah mengantarkan pegawai bersih – bersih itu keluar, sekarang Arya kembali sendirian. Pikiran Arya berkelana, jika Mama melihat Arya yang sudah membaringkan diri di kasur yang sudah lama tak dipakai ini, Arya pasti akan mendengar serentetan omelan Mama tentang famali langsung tidur di kasur sebelum dibersihkan, minimal di tepuk – tepuk, sebab katanya, selama kita tidak ada, setanlah yang menidurinya. Arya percaya, hanya saja kini rasa lelahnya mengalahkan kepercayaannya, mau sudah ditiduri setan atau tidak, satu – satunya yang Arya butuhkan saat ini hanya memejamkan matanya dan tidur untuk beberapa jam kedepan.

Arya menaruh satu tangannya di atas kepalnya, satu tangan lainnya masih memegang ponselnya. Rasa gundah dihatinya kembali menghampiri Arya, serentetan percakapan romantis dengan tawa menyenangkan kembali menyeruak dalam benaknya. Mengapa untuk istirahat sesaat saja, Arya tidak bisa, kesekian kali rasa resah itu kembali menghampirinya. Arya bersenandung kecil, menyanyikan lubally untuk dirinya sendiri, berharap kantuk menghampirinya lebih cepat. Namun, Arya tidak bisa, rasa penasaran masih membayangi dirinya, menggantung dipangkal hatinya dengan begitu erat.

Arya kembali duduk tegak, membuka kembali ponselnya, layar berandanya masih perempuan yang satu tahun lalu bertitel menjadi kekasihnya, membuka kembali aplikasi Instagram dan mengetuk profil dengan figur wanita berambut pendek yang tengah tertawa dikelilingi lingkaran hijau neon itu, dan saat melihat foto wanita tersebut dengan gaun karamelnya, Arya tahu, sakit hati kembali menghampirinya. Hati Arya mendung, padahal diluar siang begitu cerahnya, ada yang pecah namun bukan kaca, ada yang patah namun bukan ranting, ada yang retak dalam diri Arya.

“Weleh – weleh, kalo gini benar kata Aji, lebih baik sakit gigi dibanding sakit hati, nyeri ora muter

Arya melempar ponselnya sembarangan, menarik dirinya untuk tidur lebih cepat, menikmati perih dihatinya. Disini, sendirian dan kesepian.

“Kalo tau begini sakitnya, amit – amit jatuh cinta!” Kesal Arya, memejamkan matanya.

 (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: