Pemerintah Belum Pikirkan Perppu Pilkada, Persilahkan KPK Tetapkan Cakada Sebagai Tersangka
JAKARTA – Solusi pemerintah atas polemik penetapan tersangka terhadap calon kepala daerah (cakada) belum bulat. Sebaliknya, sikap pemerintah justru menolak usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (perppu) untuk menyiasati pergantian cakada tersangka dengan calon lain.
”Kan tidak fair buat dia (calon pengganti cakada tersangka), karena dia terlambat jadi calon, karena dia kehilangan hak untuk sosialisasi sebelumnya,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (15/3). Menteri asal PDIP itu menilai, calon baru yang menggantikan di tengah jalan, justru akan merugikan calon yang baru itu.
Penolakan tersebut kian memperburuk pro dan kontra atas polemik penetapan tersangka cakada oleh KPK. Sebab, di satu sisi, KPK terus mematangkan penyidikan yang dilakukan, khususnya terhadap calon gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus (AHM) yang baru-baru ini ditetapkan tersangka. Sisi lain, pemerintah keukeuh mengimbau penetapan itu ditunda.
Terkait hal itu, Yasonna mengatakan pemerintah sejatinya tidak pernah meminta KPK untuk menunda proses penetapan tersangka. Pemerintah justru mempersilahkan lembaga anti rasuah tersebut untuk melanjutkan proses penyidikan tanpa intervensi.
Menurut Yasonna, pesan yang disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto kepada KPK hanya sebatas imbauan. ”Itu hanya mengimbau supaya mencegah kegaduhan politik saja. Kalau KPK menetapkan langsung silahkan saja,” kata Yasonna.
Yasonna pun menegaskan pernyataan Wiranto. Dalam hal ini, proses penyidikan oleh KPK dibuka pasca penetapan cakada menjadi calon terpilih. Posisi itu dinilai Yasonna relatif membuat suasana pilkada lebih kondusif atau menghindari polemik. ”Kalau dia terpilih kemudian jadi tersangka, itu konsekuensi logis. Dia (cakada terpilih) kan seharusnya tahu apa yang dia kerjakan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai tidak perlu ada penundaan dari KPK, jika memang ada cakada bermasalah, dan telah memenuhi alat bukti untuk disidik. Namun, penetapan tersangka itu juga harus dipastikan tidak ditunggangi kepentingan politik tertentu.
”Harus dipastikan tidak ada intervensi itu. Bahwa penetapan itu tidak boleh ada intervensi bukan karena suka atau tidak suka. Bukan karena dekat dengan kekuasaan atau tidak,” ujar Fadli mewanti-wanti.
Menurut Fadli, KPK tidak perlu menunda proses hukum sebagaimana imbauan Wiranto. Justru, menunda proses hukum yang sudah pernah diumumkan adalah pelanggaran hukum. Langkah menunda penetapan tersangka calon kada justru bisa merugikan masyarakat. ”Sebab jika terpilih maka masyarakat akan dipimpin oleh tersangka begitu diumumkan oleh KPK,” tandasnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah angkat bicara soal polemik yang semakin menjadi perhatian sejumlah kalangan itu. Menurut dia, lembaganya tidak pernah menetapkan cakada sebagai tersangka. Yang diproses KPK adalah status penyelenggara negara dari cakada tersebut. ”Yang kami proses adalah penyelenggara hukumnya atau penegak hukumnya,” tutur Febri.
Seperti diberitakan, KPK mulai melakukan penyidikan diluar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah cakada yang diduga melakukan korupsi saat menjabat penyelenggara negara. Terbaru, komisi antirasuah menetapkan calon gubernur (cagub) Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus (AHM). Status itu merujuk pada kapasitas AHM sebagai mantan bupati Kepulauan Sula dua periode.
Saat ini total cakada terdaftar yang ditetapkan tersangka menjelang pilkada serentak Juni mendatang berjumlah enam orang. Sebelum AHM, KPK lebih dulu menetapkan Asrun (cagub Sulawesi Tenggara), Mustafa (cagub Lampung), Marianus Sae (cagub NTT), Imas Aryumningsih (cabup Subang), dan Nyono Suharli Wihandoko (cabup Jombang). Penetapan mereka merujuk pada status penyelenggara negara.
Senada dengan pandangan pemerintah, Jaksa Agung HM. Prasetyo mendukung agar proses hukum terhadap cakada ditunda sementara waktu sampai selesainya pemilihan kepala daerah. “Ditunda dulu, bukan dihentikan, setelah pilkada selesai, baru dilanjutkan. Supaya tidak mengganggu,” katanya di Jakarta kemarin.
Kecuali proses hukum telah berlangsung sebelum pejabat yang bersangkutan ditetapkan sebagai cakada. Karena menurut Undang-Undang, sebut Prasetyo, begitu ditetapkan, cakada tidak bisa digantikan posisinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: