Ketika Bencana Melanda:Merenungkan Kembali Peradaban Melalui Lensa Transintegratif Melampaui Kesenjangan Agama
Prof. Dr. Suaidi Asyari, MA., PhD (Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN STS Jambi) --
Menuju Kebangkitan Peradaban
Bentrokan yang berulang antara narasi agama dan sekuler selama bencana bukan sekadar wacana—melainkan gejala fragmentasi epistemologis yang lebih mendalam. Setiap narasi mengandung kebenaran parsial: agama mengingatkan umat manusia akan tanggung jawab moral, sementara sains sekuler mengungkap mekanisme alam. Namun ketika dipisahkan, keduanya menjadi tidak memadai.
Paradigma Transintegrasi menawarkan jalan keluar dari biner ini. Paradigma ini tidak mengencerkan agama menjadi sekularisme atau mengubah sains menjadi teologi. Sebaliknya, paradigma ini memandang pengetahuan sebagai bidang yang terpadu, di mana wahyu, akal budi, dan studi empiris hidup berdampingan dalam pengayaan timbal balik.
Oleh karena itu, respons transintegratif terhadap bencana:
- Mengakui penyebab alami tanpa mengingkari makna spiritual.
- Mengakui tanggung jawab moral manusia tanpa mengabaikan ilmu lingkungan.
- Menuntut tata kelola yang etis, bukan pencitraan politik.
- Mendorong kesiapan teknologi yang dipandu oleh tujuan moral.
Pada akhirnya, masa depan peradaban—keamanan, ketahanan, dan integritas spiritualnya—bergantung pada transendensi narasi usang "agama versus sekularisme." Pembaruan peradaban sejati muncul ketika umat manusia merebut kembali kesatuan pengetahuan dan menindaklanjutinya dengan kebijaksanaan, kerendahan hati, dan tanggung jawab. Semoga bermanfaat.(*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:



