DISWAY BARU

Ketika Bencana Melanda:Merenungkan Kembali Peradaban Melalui Lensa Transintegratif Melampaui Kesenjangan Agama

Ketika Bencana Melanda:Merenungkan Kembali Peradaban Melalui Lensa Transintegratif Melampaui Kesenjangan Agama

Prof. Dr. Suaidi Asyari, MA., PhD (Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN STS Jambi) --

Sebaliknya, narasi sekuler biasanya menyajikan bencana sebagai proses alami yang netral secara moral. Gempa bumi disebabkan oleh tektonik, banjir oleh siklus hidrometeorologi, dan pandemi oleh mutasi virus. Perilaku manusia—etis, tidak bermoral, atau acuh tak acuh—dianggap tidak relevan dengan hasil geofisika. Namun, pandangan ini juga dapat menjadi reduksionistis:

1. Keterputusan Antara Perilaku dan Lingkungan – Ketika manusia berasumsi bahwa perilaku mereka tidak berdampak apa pun terhadap alam, praktik-praktik destruktif seperti penebangan liar, penambangan terumbu karang, ekspansi perkotaan yang berlebihan, dan industri-industri yang intensif karbon terus berlanjut tanpa terkendali.

2. Kelumpuhan Etis – Tanpa tanggung jawab moral, kemauan politik untuk mengubah perilaku yang merugikan akan melemah.

3. Penyempitan Teknokratis – Respons sekuler menekankan data dan rekayasa tetapi seringkali mengabaikan konsekuensi psikologis, kultural, dan spiritual.

4. Amnesia Peradaban – Mengabaikan dimensi moral bencana berisiko menumbuhkan peradaban yang maju secara teknologi tetapi hampa secara etika.

Dalam kerangka ini, sekularisme menyediakan metode tetapi kurang bermakna, membuat masyarakat siap secara material tetapi kehilangan orientasi spiritual.

Respons Politik: Menavigasi Risiko, Reputasi, dan Tanggung Jawab

Politisi cenderung berjalan di jalur yang rumit. Dalam banyak konteks:

- Mereka mungkin meremehkan besarnya bencana untuk menghindari tuduhan politik.

- Mereka menekankan bantuan cepat—seringkali merupakan respons yang paling mudah terlihat.

- Mereka menghindari pertanyaan struktural yang lebih mendalam: deforestasi, korupsi dalam proyek infrastruktur, penambangan ilegal (atau legal sama-sama merusak alam), perencanaan kota yang buruk, sistem peringatan dini yang lemah.

- Mereka memperkuat narasi yang melindungi legitimasi pemerintah yang berkuasa.

Ketika politik membingkai respons bencana terutama dalam konteks manajemen citra, bukan reformasi struktural, masyarakat menghadapi bencana berulang yang tampak "alami" tetapi sebenarnya diperparah secara politis.

Lebih lanjut, politisi mungkin secara strategis memanfaatkan narasi agama atau sekuler tergantung pada suasana hati publik, mengeksploitasi kedua kerangka tersebut untuk legitimasi tanpa merangkul reformasi yang lebih mendalam yang dituntut oleh kedua pandangan dunia tersebut.

Biaya Peradaban dari Biner Agama-Sekularisme

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: