“Terimakasih untuk bertahan diantara kesulitan dunia yang membuatmu selalu tertekan. Sekali lagi, terimakasih untuk perjuanganmu.”
>>>***<<<
Ada satu hal yang terus Juliet pertanyakan selama dua puluh tiga tahun hidupnya. Dari banyaknya peluang ia terlahir sebagai makhluk lain, mengapa ia harus terlahir menjadi seorang manusia berjenis kelamin perempuan yang bernama Juliet Fernandez? Sebenarnya, tidak masalah untuk terlahir menjadi seorang manusia. Namun, mengapa harus perempuan? Bukan berarti Juliet tidak bersyukur dengan apa yang ia miliki. Tapi, menjadi perempuan miskin di sebuah desa kecil dengan statusnya sebagai anak haram, itu bukanlah hidup yang ia inginkan.
yamaha--
Juliet sering bertanya pada tuhan, apa di kehidupan sebelumnya ia telah melakukan sebuah dosa yang sangat besar? Hingga tuhan memberikan kehidupan yang begitu sulit saat ini. Lahir dengan julukan saja sudah cukup menyedihkan, lalu mengapa ia harus menjadi begitu menyedihkan untuk menjadi perempuan miskin. Setidaknya, jadikan ia lahir dinatara konglomerat dikota – kota besar, atau jadikan ia seorang putri terhormat di sebuah kerajaan. Atau, jadikan Juliet satu diantara mereka yang beruntung, menikmati hidup bahagia walau dengan rumah sederhana di pinggiran kota.
“Juliet, fokus dengan pekerjaanmu anak haram!”
Juliet menghela nafas pelan, dirinya memaksakan senyum. Melanjutkan pekerjaan rumahnya, Juliet tinggal di rumah bibinya, Juliet bahkan tidak tahu, apakah ia pantas memanggil wanita yang mirip dengan medusa itu sebagai Bibinya? Mana ada Bibi yang memperlakukan keponakannya sudah layaknya pembantu rumah tangga. Jika saja bisa, ingin sekali Juliet melaporkan bibinya itu pada pemerintahan setempat tentang eksploitasi manusia, tentu saja korbannya Juliet. Sejak kecil, Bibinya selalu menyuruh mengerjakan segala pekerjaan rumah, Juliet akan sangat bersyukur jika Bibinya itu memberinya upah, walau hanya dengan makanan sederhana yang layak. Namun, apa yang bisa Juliet harapkan? Mendapat nasi sisa dari bibinya saja, Juliet sudah sangat bersyukur dibanding tidak makan sama sekali.
Juliet mengepel lantai dengan isak pelan, kapan penderitaannya akan berakhir? Sampai kapan ia harus bertahan? Juliet menatap jendela rumahnya dengan pandangan nanar. Banyak hal yang ingin Juliet lihat di luar sana, banyak hal yang ingin Juliet ketahui di luar sana? Apakah diluar sana indah? Atau diluar sana begitu buruk seperti yang Bibinya keluhkan setiap hari. Jarak terjauh Juliet pergi dari rumahnya hanya sungai yang ada di daerah selatan desanya. Itupun, jika Bibinya memiliki pekerjaan yang banyak dan menumpuk, hingga Bibinya itu tidak akan pulang selama dua hari.
Juliet selalu ingin pergi dari rumah Bibinya yang sudah merangkap seperti neraka baginya. Namun, mengingat pesan terkahir Ibunya, Juliet terus ragu. Juliet tidak lahir dari keluarga harmonis, Ayahnya seorang bajingan brengsek yang menghamili Ibunya melalui kasus pemerkosaan. Awalnya, Juliet selalu berterimakasih pada Tuhan, karena memberikan sosok malikat melalui Ibunya, walau kehidupan Juliet dan Ibunya dulu tidak terlalu baik. Namun, mereka masih merasa bahagia, menghabiskan sisa hari mereka dengan tawa. Ternyata, dibalik tawa dan senyum ceria milik Ibunya, Juliet tidak pernah tahu bahwa Ibunya depresi dan gila dengan julukan orang – orang untuknya, wanita murahan, pelacur, wanita tak tahu malu, wanita gila. Mengingatnya Juliet tertawa miris, hingg satu hari ia temukan Ibunya sudah tergantung di langit – langit kamar, meninggalkannya sendirian disaat bahkan ia belum tahu apa arti sesungguhnya hidup.
Saat pertama kali bertemu dengan Bibinya, Juliet merasa menemukan sosok ibu yang lain. Sialnya, itu tidak bertahan lama. Dan lagi – lagi karena alasan yang sama. Julukan yang disematkan oleh orang lain untuk Bibinya, membuat Bibinya membenci setengah mati dirinya. Bibi tidak pernah menikah, namun karena kehadiran dirinya membuat orang – orang beranggapan bahwa Bibi sudah memiliki anak, dan satu demi satu, cinta Bibinya pergi, dengan alasan ‘kami tidak bisa menikahi wanita yang sudah memiliki anak’. Omong kosong sekali.
Dan sialnya lagi, tidak hanya Ibu dan Bibi, Juliet pun tidak lepas dari ejekan orang – orang, julukan buruk yang ia selalu terima hanya dapat ia balas dengan senyuman, walau didalam hati menangis. Anak haram, anak pelacur, anak janda, dan banyak lainnya, bahkan Juliet pernah mendengar dirinya di bicarakan sebagai wanita murahan. Mengapa menjadi perempuan itu begitu menyebalkan? Apakah perempuan tidak boleh hidup hanya dengan anaknya tanpa suami? Apakah perempuan tidak boleh mengencani banyak pria? Terkadang dunia begitu tidak adil, mengapa laki – laki yang memiliki anak tidak pernah mendapaat cemoohan sebagai laki – laki murahan, atau mengapa laki – laki yang mengencani banyak wanita tidak disebut bajingan, mengapa hanya perempuan yang terus mendapat stigma negatif.
“Juliet, kamu tahu. Ibu selalu mencintaimu, bahkan salah satu keajaiban dunia ini yang membuat ibu lahir ke dunia itu adalah kamu. Jangan pernah menyesal dengan kehidupan kamu, berbahagialah sayang. Jadilah perempuan yang hebat, jangan pernah pedulikan orang lain, yang perlu kamu tahu, Ibu sangat mencintai kamu, anak perempuan ibu satu – satunya. Juliet Fernandez, anak kesayangan ibu.”
Pagi itu, ditengah embun pagi yang masih basa, di bawah langit mendung, diantara dinginnya pagi, Juliet terisak kencang, menangisi segala yang ada dalam hidupnya. Katanya, Ibu mencintainya, katanya ia adalah keajaiban untuk Ibunya. Lalu mengapa, Ibu pergi meninggalkanya sendirian diantar dunia yang begitu menyiksa dirinya. Juliet rindu, rindu untuk tertawa, rindu untuk bahagia. Tidak apa – apa jika ia harus hidup dengan makanan yang tidak layak setiap harinya, tapi biarkan Juliet merasakan perasaan mebuncah di hatinya, biarkan kembali ia rasakan perasaan berbungan – bunga, tidak apa – apa meski ia hanya bisa tersenyum kecil. Bukan terus menangis, bahkan untuk rasa sakit yang tak dapat ia katakana lagi.
“Mama, bawa Juliet. Juliet rindu." (bersambung)