Merinding! Ikan Raksasa Terbesar Asia Ternyata Hidup di Sungai Batanghari

Merinding! Ikan Raksasa Terbesar Asia Ternyata Hidup di Sungai Batanghari

Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Sumatera dan hidup di dalamnya ratusan spesies ikan termasuk ikan raksasa bernama ikan tapah . Foto : M Ridwan/Jambi Ekspres--

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Saat dimulainya rangkaian kegiatan Ekspedisi Batanghari pada Kamis 27 Juli 2023, terungkap ternyata di Sungai Batanghari, hidup ikan raksasa dan terbesar di Asia bernama ikan tapah.

Dikutip Jambi Ekspres Jumat (28/7) dari keterangan pers panitia Ekspedisi Batanghari 2023, pakar perikanan dan budidaya dari Universitas Jambi, Tedjo Sukmono dalam seminar Ekspedisi Batanghari 2023 mengatakan, hasil penelitiannya sejak tahun 2008, ditemukan ikan raksasa itu ternyata hidup di sungai terpanjang di Pulau Sumatera ini.

Kata Tedjo, di Sungai Batanghari hidup sekitar 320 spesies ikan, termasuk ikan tapah. “Adapun yang sudah terdata melalui sistem barcoding berjumlah 80 spesies,” imbuh Tedjo.

Seperti apa penampakannya? Awas tertipu, ikan tapah sekilas mirip dengan ikan lele karena ikan ini memang masuk dalam keluarga jenis lele yang dalam bahasa latinnya, Siluridae.

ikan tapah sebenarnya tak hanya hidup di Sungai Batanghari, namun juga hidup di beberapa air tawar lain di negara Asia, diantaranya di Kamboja, Thailand, Myanmar, Afganistan, Pakistan, India dan tentu saja juga di Indonesia.

ikan tapah memang hidup di sungai besar yang aliran airnya lambat seperti Sungai Batanghari.

ikan tapah akan bertelur di musim hujan  dan berkembang di sekitar pinggir sungai.

Disebut ikan raksana, karena ikan tapah memiliki ukuran yang bikin merinding, body besar di atas rata-rata ikan tawar biasanya.

Panjang ikan tapah bisa mencapai 2,5 meter dan yang terkecil 120 cm.


Ikan Tapah-Foto: Youtube AS FISHING CHANNEL-

Berat badannya sama dengan berat badan anak remaja tanggung yaitu 50 kilogram.

Karena badannya yang besar, ikan tapah juga dikenal sebagai hewan amfibi yang makan hewan lainnya.

Tak hanya makan hewan yang ada di dalam sungai ia juga akan makan hewan yang hinggap di permukaan sungai seperti burung dan lainnya.

Namun dibalik keganasannya, ikan tapah bukanlah ikan tamak, ia tak selalu makan setiap saat. Ikan tapah hanya makan satu hingga dua kali saja dalam seminggu.

Ikan Tapah keberadaannya memang tak sebanyak ikan patin atau jenis ikan sungai pada umumnya.

Ikan tapah termasuk ikan yang rawan punah karena jumlahnya yang tidak banyak dan sering jadi buruan.

Ikan ini termasuk ikan yang enak dikonsumsi dan bergizi.

Sementara itu, aktivis pelestarian sungai, Suparno Jumar mengutarakan, sungai, budaya, dan lingkungan saling berkaitan erat guna memenuhi kebutuhan utama hidup seperti udara dan air bersih, serta makanan.

BACA JUGA:Gokil! Ikan Terkecil di Dunia Ternyata Hidup di Sungai Batanghari, Otaknya Tak Dibalut Tengkorak

BACA JUGA:Tak Mau Lewat Terowongan, Gajah Codet Sudah 5 Kali Menyebarangi Tol Riau, Duh Nakal Kamu Det

BACA JUGA:Terowongan Jalan Batu Bara Jambi Salib Jalan Nasional dari Bawah Tanah, Ini Tiga Trasenya

“Kalau kita menistakan sumber air bersih di sungai berarti kita ikut pula menistakan sumber kehidupan bukan hanya untuk manusia tapi seluruh makhluk hidup,” papar Suparno.

Dalam seminar bagian dari Ekspedisi Batanghari berlangsung, masing-masing narasumber menyampaikan pandangannya tentang kaitan lingkungan, sungai, serta kebudayaan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Varial Adhi Putra menyebut, pihaknya sedang berupaya menjaga kelestarian Sungai Batanghari dengan melakukan Langkah-langkah antara lain pengembangan inovasi sampah naik kelas sehingga muncul paradigma baru yaitu sampah dipilah dan diolah.

“Selanjutnya kami juga fokus pada penanaman di sekitar DAS Batanghari dengan nama Gerakan Dharmasraya Hijau,” imbuh Varial.

Kinerja lainnya, lanjut Varial, adalah pengawasan industri perusahaan yang legal dan punya perizinan serta pengembalian ikan-ikan endemik.

Kemudian Wahyu Adi Nugroho dari Balai Pelestarian Kebudayaan Provinsi Jambi mengatakan, melalui benda-benda peninggalan arkeolog, misalnya saja candi, dapat diasumsikan bahwa seolah ada sesuatu hal yang ingin disampaikan leluhur kepada generasi penerusnya.

Menurut Wahyu, selama ini kita hanya terkesaan menerima warisan peninggalan. Padahal ada kewajiban yang lebih utama untuk menjaga dan mewarisi lagi ke generasi selanjutnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: