Bagian 6: “Trotoar dan Percakapan Mula Rasa”
ilustrasi--
“Sa, kalo ngambek jangan lama – lama, entar gue jatuh cinta. Soalnyo lo kalo ngambek ternyata manis ya.” Aresa melotot mendengar pengakuan Arjuna yang terlalu tiba – tiba. Ia bahkan tak mampu mengedipkan matanya, Arjuna dan mulutnya memang bisa yang luar biasa.
“Lo..L—lo-LO!” Aresa tak bisa mengatakan apapun selain menatap Arjuna seakan ia adalah makhluk yang paling tersakit. Arjuna tertawa lebar, ia merangkul bahu Aresa dengan akrab kemudian berbisik.
“Jatuh cinta sama gue nggak akan rugi kok, Sa. Arjuna ini masih pawangnya wanita yang tau beri cinta.”
Aresa tidak tau harus bereaksi apa dengan sikap Arjuna yang terlalu tiba – tiba aneh. Apa panas matahari membuat kepalanya bermasalah. Arjuna masih menatap Aresa dengan senyum yang membuat Aresa ingin memukul kepala Arjuna saat itu juga. Aresa segera berdiri dari duduknya.
“Pulang – pulang! Makin lama makin nggak waras lo!” Ucap Aresa cepat. Arjuna turut berdiri, terkekeh senang, merasa lucu dengan situasi mereka kini. Entah itu rasa yang menyenangkan melihat reaksi Aresa yang malu – malu harimau—sebab kucing tidak akan cocok dengan bawaan Aresa yang memang seperti macan betina—atau karena ia geli dengan omongannya sendiri. Dan sejak kapan menggoda Aresa dengan semacam perasaan ini menyenangkan?
“Sa, lo nggak mau pikir ulang tawaran gue?! Dihujani penuh cinta lo ini!” Arjuna melirik Aresa dari kaca spion motornya, suara sedikit keras karena berisikinya kendaraan lain dan angin yang mengudara sedikit kencang. Wajah Aresa memerah, ia malu. Malu yang terasa merah, mencekik Arjuna dibelakang motor.
“DIAM! Diam! Diam lo manusia haus afeksi!!”
Arjuna semakin kencang tertawa. Ternyata…benar ya pepatah adanya cinta itu buta, sebab dengan orang yang dicinta, siang terik pun terasa teduh hanya karena bersama. Tapi…eh cinta? (bersambung)
Ari Hardianah Harahap--
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: