BBM Sawit Mulai 1 Februari 2023, Konsumsi Sawit Dalam Negeri Diprediksi Meningkat
Press Conference kinerja industri sawit tahun 2022--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Dimulainya BBM sawit atau B35 pada 1 Februari 2023 bakal mempengaruhi konsumsi kelapa sawit dalam negeri.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu 25 Januari 2023.
"Produksi diperkirakan masih belum akan meningkat, sementara konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat akibat penerapan kewajiban B35 mulai 1 Februari 2023,"ujar Joko Supriyono.
Seperti diketahui, sesuai dengan namanya B35, artinya akan ada 35 persen minyak sawit mentah pada bahan bakar minyak yang akan mulai dijual di SPBU mulai 1 Februari 2023.
Disisi lain, dengan dimulainya program B35 pada 1 Februari 2023, otomatis alokasi ekspor sawit bakal menurun.
“Estimasi kebutuhan biodiesel untuk mendukung implementasi B35 sebesar 13 juta kiloliter atau meningkat sekitar 19 persen dibandingkan tahun lalu pastinya akan menyedot kebutuhan CPO ke pasar dalam negeri,” ujar Joko.
Selain itu, ada turunnya permintaan minyak sawit karena lesunya kondosi ekonomi dunia serta pelarangan impor sawit oleh Uni Eropa akan menurunkan kinerja ekspor.
Kendati demikian, Joko mengaku masih optimistis Indonesia tetap akan mempunyai pasar potensial yang baru.
“Sepertinya tahun ini, alokasi ekspor bakal turun. Namun demikian pasar minyak sawit selalu terbuka,” ujar Joko.
Sementara itu, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga memproyeksikan harga CPO akan berada di kisaran US$450 per ton pada 2023.
Dengan kisaran harga tersebut, Sahat memperkirakan, cukup berdampak pada keuntungan pengusaha dan kesejahteraan petani.
“Itu reasonable good sehingga kalau petani bisa produksi 21 ton tandan buah segar per hektare per tahun maka dia bisa menjual sekiranya Rp2.800 per kg. Itu sudah untung bagus. Kira-kira 30 persen margin sudah dapat,” kata Sahat.
Namun demikian, Sahat berharap agar harga sawit tidak terlampau tinggi.
“Jangan lupa harga tinggi sawit bisa jadi racun, itu perlu kita ingat. Contohnya, kalau harga tinggi dengan tingkat produktivitas rendah, dia nggak ada usaha perbaiki produktivitasnya. Meski rendah tetap saya dapat itu nggak bagus untuk suatu usaha,” tutur Sahat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: