What if: “Semasa Kita Masih Bisa Sesukanya”

What if: “Semasa Kita Masih Bisa Sesukanya”

Ari Hardianah Harahap--

Hiduplah sesukamu, tidak masalah jika di dalam hidupmu sendiri kau menjadi tokoh Antagonis paling jahat, lebih baik menjadi Medusa tanpa belas kasih daripada menjadi julukan hati suci tapi penuh dengki

-RianaAdevara-

****

Siang hari ini teramat terik, seolah matahari memiliki dendam kepada manusia atas panasnya yang terasa akan membakar tubuh setiap insan manusia dibawahnya. Tak sedikit orang yang mengurungkan niat untuk berjalan kaki siang ini, memilih menaiki transportasi umum atau kendaraan pribadi mereka. 

Hal ini sepertinya juga terjadi di sebuah Sekolah Dasar Cendana Putih, tak urung banyak siswa dan siswi yang harusnya pulang berjalan kaki menunggu angkot atau setidaknya berharapa jemputan dari orangtua mereka masing – masing.

Namun, tampaknya panas siang yang membakar kulit ini tak berlaku bagi salah seorang siswi Sekolah Dasar Cendana Putih. Dengan senyum manisnya ia melangkah pasti di pinggiran jalan, rambutnya yang ia urai berkibar layaknya tengan mengiklankan sebuah merk shampo, bahkan kini cahaya panas terasa menjadi sorot penerang spotlight anak perempuan tersebut.

Matanya bulat, dengan hidung mancung serta bibir tipis merah ranumnya yang sedikit pucat menjadi proposi sempurna kala berpadu dengan pipi chubbynya yang memerah karena panas. Tak peduli dengan sekitarnya anak perempuan tersebut terus berjalan sambil tersenyum lebar. Entah apa yang membuatnya dapat tersenyum sebahagia itu.

Bagaimana mungkin seorang Riana Adevara tidak bahagia jika kali ini ia mampu dan berhasil menjahili seseorang titisan Lucifer. Ia penasaran bagaimana reaksi titisan Lucifer tersebut ketika tahu aksi apa yang dilakukan Riana tadi sebelum pulang menuju istana kebahagiaannya, rumahnya.

“Tersiksalah kali ini kau titisan setan!” batin Riana.

Dan, tepat sasaran. Kebetulan sekali Riana berpapasan dengan seseorang yang ia maksud Titisan Lucifer a.k.a Titisan Setan tersebut. ah, tentunya Riana tak percaya dengan kebetulan, satu – satunya yang ia tahu, jika hal itu terjadi maka itu adalah takdir. Dengan tatapan senyum manisnya Riana seolah menyaratkan kata tak terucap,

“Nikmati hari sialmu menyebalkan,”

***

Seorang anak laki – laki berdecak sebal dirumahnya, mengapa ia bisa melupakan tas sekolahnya dan bisa sangat tenang pulang ke rumahnya. Sangat malas rasanya jika ia harus kembali berjalan kaki ke sekolahnya di atas terik matahari yang rasa – rasanya akan membakar dirinya.

Jika biasanya ia akan tenang untuk meninggalkan tasnya, kali ini tidak. Karena disana ada tugas terkahirnya sebelum Ujian Akhir Semester yang ia kerjakan sedari pagi di sekolah kala membunuh jam kosongnya di sekolah, dan memutuskan untuk pulang setengah jam lebih awal dari waktu yang ditentukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: