>

Orasi Ilmiah Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Komunikasi dan Dakwah

Orasi Ilmiah Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Komunikasi dan Dakwah

Dalam suasana apa pun dan dalam kondisi apa pun dakwah harus tetap berjalan. Tidak bisa bil lisan, bisa bil kalam. Tidak bisa bil kalam, nah ini dia: bil hal.

Dalam situasi di bawah penguasa Orde Baru yang tidak menginginkan Islam politik hidup kembali, istilah \"dakwah bil hal\" dianggap tidak berkait dengan politik dan tidak berhubungan dengan pemilu. Maka, MUI sangat sering membahas topik-topik dakwah yang tidak sensitif di telinga penguasa.

Dalam Muyawarah Nasional pada 1985 dan Rakernas 1987, MUI telah mengambil keputusan tentang program \"dakwah bi al-hal\". Salah satu rumusannya disebutkan bahwa tujuan \"dakwah bi al-hal\", antara lain,\"untuk meningkatkan harkat dan martabat umat, terutama kaum duafa atau kaum berpenghasilan rendah.

Rumusan itu adalah jawaban dari topik yang menarik dan selalu dibicarakan waktu itu: mengapa dakwah sering menemui kegagalan. Salah satu jawaban yang muncul saat itu adalah ini: karena dakwah Islam lebih banyak hanya dilakukan secara pidato-pidato, ceramah-ceramah, pengajian-pengajian. Dakwah bil lisan. Kesimpulannya: perlu dicarikan terobosan baru agar dakwah tidak hanya mengandalkan \"bil lisan\". Lantas lahirlah istilah yang merupakan antitesisnya: bil hal. Dakwah bil hal. Dakwah dengan perbuatan dan hasil nyata.

 

Dakwah dalam Konteks Kekinian

Dalam literasi yang banyak berkembang di dunia Islam, istilah dakwah bil lisan dan dakwah bil hal tidak banyak dikenal. Menurut kiai muda lulusan Yaman dari Pondok Pesantren Al Azziziyah, Denanyar, Jombang, KH Abdul Muiz Aziz, di dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya, dakwah bil lisan dikenal dengan ungkapan \"bil maqal\" dilaksanakan dalam bentuk harakah-harakah. Kebanyakan gerakan ini sebenarnya tidak bisa disebut murni dakwah karena tujuan akhirnya adalah untuk merebut kekuasaan.

Dalam tradisi Arab pun, dakwah bil maqal atau dakwah bil lisan dianggap kurang efektif dibanding dakwah dengan perbuatan yang diistilahkan bi lisan al hal. Ungkapan yang populer di dunia Arab, lisaanul hal afshahu min lisanil maqal. Berkata dengan perbuatan jauh lebih efektif dibanding berkata dengan ucapan.\"

Di Indonesia, gerakan dakwah bil hal bukanlah hal baru. Ketika mendirikan Muhammadiyah pada 1912, motivasi yang menjadi landasan KH Ahmad Dahlan adalah mengaplikasikan perintah Surat Al Maa\"un untuk memberdayakan fakir miskin, yatim piatu, dan kaum duafa pada umumnya. Salah satu wujudnya, Muhammadiyah ketika itu mendirikan Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Lembaga ini kemudian berkembang seiring tuntutan zaman, dengan memperluas cakupan kegiatan di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.

Ketika KH Hasyim Asy\"ari dan sejumlah ulama mendirikan Nadhlatul Ulama pada 1926, empat sendi pokok yang menjadi pilar jam\"iyah adalah (1) pendidikan, keilmuan, sosial-budaya, (2) ekonomi kerakyatan, dan (3) kebangsaan. Untuk merealisasikan pilar-pilar tersebut ke dalam kehidupan bangsa Indonesia, dibentuklah lembaga dan lajnah, di antaranya Lembaga Pendidikan Ma\"arif, Lembaga Sosial Mabarrot, dan Lembaga Pengembangan Pertanian.

Kepedulian serupa ada di organisasi Islam lainnya, seperti Al Irsyad, Persis, Nahdlatul Wathan di NTB, dan sebagainya. Buku Fiqhud Da\"wah karya tokoh besar Dr Moh Natsir (almarhum) juga menguraikan soal ini (Hamdan Daulay, 2011). Komunitas seperti Qaryah Thayyibah di Salatiga, Tangan di Atas di Jakarta, dan Sedekah Rombongan di Jogjakarta, hakikatnya juga merupakan implementasi dakwah bil hal.

Di dunia Islam kontemporer, salah satu contoh dakwah bil hal yang dianggap paling berhasil berkembang di Turki. Di sana gerakan sejenis ini disebut Hizmet yang artinya pelayanan. Tokoh sentralnya adalah ulama tarekat yang meneruskan gerakan tarekat Sayid Nursi bernama Fethullah Gulen. Karena itu, Hizmet di Turki juga disebut Gulen Movement.\"

Gerakan ini menggaungkan Islam damai tidak saja di Turki, tetapi juga di dunia internasional. Gerakan ini telah mendirikan lebih dari 1.000 sekolah di lebih dari 100 negara di dunia; enam rumah sakit umum; beberapa media cetak dan elektronik; sebuah universitas; organisasi bantuan sosial internasional; organisasi dialog antaragama internasional; dan gerakan ini sudah memiliki cabang di berbagai negara di dunia, empat cabang di antaranya di Amerika.

Gerakan ini mendapat dukungan tidak hanya dari kalangan elite, tapi dari umat di masyarakat bawah. Layanan sosial Gerakan Gulen menjangkau masyarakat kelas bawah secara luas, tanpa memandang latar belakang agama dan ras, merepresentasikan gagasan dan cita-cita Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Yang menggembirakan adalah tidak terjadi dikotomi antara dakwah bil lisan dan dakwah bil hal. Tidak ada yang menentang kehadiran gerakan dakwah bil hal, karena dakwah bil hal tidak menafikan pentingnya dakwah bil lisan. Boleh dikata keduanya saling melengkapi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: