Eksepsi Kuasa Hukum AM Firdaus

JAMBI- AM Firdaus, mantan Sekda Provinsi Jambi yang menjadi terdakwa kasus dugaan penyimpangan penggunaan dana bagi hasil pengelolaan lahan sawit Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Provinsi Jambi tahun 2009-2011, disebut sebagai kelinci percobaan. Ini diungkapkan penasehat hukum AM dalam pledoi pembelaan ketika sidang.

Penasehat hukum Ramli Thaha dan rekan  mengatakan pihak jaksa penuntut umum tidak profesional dan terkesan tebang pilih. Dia mempertanyakan mengapa dua tersangka lain kasus kwarda, yaitu Direktur PT Inti Indosawit Subur (PT IIS) Semion Tarigan, dan mantan bendahara kwarda Sepdinal, tidak ditahan, sementara kliennya ditahan.

\"Klien kami sebagai kelinci percobaan,\" ujar Ramli Thaha dalam sidang yang digelar Senin (18/11) siang. Dia juga mempertanyakan “ada apa dan pesan siapa” di balik kasus tersebut.

Ramli Taha juga mengatakan bahwa syarat materil untuk jaksa menyusun Surat Dakwaan di atur pada pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berbunyi \"Uraian secara cermat dan jelas mengenai tindak pidana yang didakwaan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan\" bahwa apabila waktu dan tempat tindak pidana oleh terdakwa tidak disusun secara cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, maka menurut ketentuan pasal 143 ayat (3) KUHAP Dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum Batal demi hukum.

”Percadangan tanah seluas 400 Ha sebagaimana Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor 346 tahun 1992 tanggal 20 Agustus 1992, tentang Percadangan Tanah untuk perkebunan Kepala Sawit Gerakan Pramuka Kwartir Daerah Jambi tersebut yang dikerjakan oleh Kwarda Gerakan Pramuka Jambi dengan PT IIS sesuai dengan surat Perjanjian Kejasama Nomor 20 tanggal 15 juni 1994 adalah bukan barang milik negara atau barang milik daerah,” ujar Ramli

Ramli juga menyebutkan bahwa keberadaan kebun 400 hektar yang dikuasai oleh kwarda gerakan pramuka jambi yang dikerjakan dengan PT Inti Indosawit Subur tersebut tidak pernah diperiksa atau diaudit oleh BPK maupun BPKP karena ini jelas menunjukkan bahwasanya lahan kebun sawit beserta hasilnya tersebut bukan merupakan Aset Negara maupun keuangan Negara.

”Rumusan Dakwaan JPU setelah kami cermati dengan seksama adalah rumusan dakwaan hukum administrasi negara dan hukum perdata, oleh karenanya dakwaan jpu ini haruslah ditolak atau dinyatakan Batal Demi Hukum, disamping itu surat dakwaan juga disusun secara tidak cermat, tidak lengkap, tidak jelas sehingga rumusannya tidak akurat, kabur bahkan saling kondradiktif diantara uraiannya. Dengan kata lain tidak memenuhi syarat2 yang ditentukan pada pasal 134 ayat (2) huruf b KUHAP, maka dengan ini sudah selayaknya dakwaan dinyatakan Batal demi hukum (pasal 143 ayat (3) KUHAP,” Tandasnya

 

Atas dakwaan jaksa, terdakwa dan penasehat hukum meminta majelis menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum, membebaskan terdakwa dari dakwaan, dan meminta memulihkan nama baik terdakwa.

Pada persidangan perdana yang beragenda pembacaan dakwaan oleh JPU, menyebutkan terdakwa AM yang mantan Ketua Kwarda Provinsi Jambi bersama-sama Sepdinal, selaku mantan bendahara, pada April 2009-Desember 2011 melakukan tindakan yang mengakibatkan memperkaya diri sendiri dan atau orang lain atau korporasi, terkait penggunaan dana bagi hasil pengelolaan lahan sawit.

\"Akibat dari perbuatan terdakwa A Makdami Firdaus selaku Ketua Gerakan Pramuka Kwarda Jambi 2009-2012, bersama Sepdinal, telah merugikan keuangan negara atau daerah Rp 12 miliar, atau setidak-tidaknya sebesar Rp 1,5Miliar,\" ujar JPU Aji Aryono di hadapan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jambi yang diketuai Eliwarti, Senin (11/11) siang.

Perhitungan tersebut sesuai surat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jambi, dalam laporan hasil audit untuk perhitungan keuangan penggunaan dana bagi hasil hasil pengelolaan lahan milik kwarda bekerja sama dengan PT Inti Indosawit Subur (PT IIS) tahun 2009-2011.

Dari periode tersebut, penerimaan total dari hasil kerjasama adalah Rp 12,126 miliar lebih. Dengan rincian pada tahun 2009 sebesar Rp 2,94 miliar lebih, tahun 2010 sebesar Rp 4,056 miliar lebih, dan tahun 2011 sebesar Rp 5,123 miliar lebih.

Terdakwa didakwa dakwaan subsidier dan primier yaitu pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31/1999 tetang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.

(ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: