Pendidikan di Belanda Mengutamakan Keterampilan dan Proses
Dibeberapa tempat tersedia tempat sampah yang rapi juga. Disanalah masyakakat memasukkan sampah, wah hebat. Kincir-kincir angin pun mulai terlihat dari kejauhan, menghiasi indahnya alam di sana. Sebagian besar kincir angin modern berfungsi diantaranya memompa air atau irigasi.
Kami sempat berhenti di tengah persawahan yang asri, lalu berjalan menuju kincir angin tua, yang usianya sudah ratusan tahun, masih terjaga rapi dan indah. Akhirnya kami sampai di Volendam, di Indonesia disebut Kampung Nelayan, pinggir pantai yang tentunya indah dan bersih, sepanjang pantai berdiri bangunan ala belanda, para pedagang cindramata dan makanan, tertapa rapid an bersih pula. Kali pertama mencoba belanja dengan mata uang Euro.
Murah, harga di sana, hanya menggunakan bilangan satuan. Sementara di Indonesia harga termurah sudah sampai ribuan, tapi €1 = Rp.16.000,00.
Puas menikmati Kota Amsterdam dan Volendam, istirahat di Hotel di Amsterdam. Pagi harinya sesuai jadwal Senin, pukul 10.00 waktu Belanda berkunjung ke KBRI di Denhaag. Tidak kami duga, saat itu KBRI sedang mempersiapkan Upacara Hari Pahlawan dan kami diikutsertakan.
Merupakan pengalaman tak terlupakan, Upacara Peringatan Hari Pahlawan, di negara yang pernah menjajah bangsa sendiri.
Usai upacara pertemuan dengan atase pendidikan KBRI di Belanda, Hary Wibisono yang pernah menjadi Dosen Universitas Gajah Mada (UGM). Menurut Pak Hary, sekolah di Belanda tidak melaksanakan UN untuk menentukan kelulusan. Sistem kelulusan melalui ujian-ujian yang telah dilakukan secara berkelanjutan dan ujian kompetensi.
Pendidikan di Belanda mengutamakan keterampilan proses. Seterusnya bersama pak Hary Wibisono dan pak Budi Wahyu Rianto, Kepala Sekolah Indonesia Nederlan (SIN) menunu ke Sekolah Internasional yang berada di Denhaag. Di sekolah ini bergabung siswa SD, SMP dan SMA. Yang di pimpin oleh Kepala Sekolah Ibu Dorothy, wanita Belanda keturunan campuran Indonesia-Belanda. Lagi-lagi kami disambut ramah olah mereka.
Kami berkeliling menuju beberapa ruang belajar, yang waktu itu mereka sedang ujian. Lalu terakhir ke perpustakaan yang tertata rapi, lengkap dengan wifi, sehingga siswa dapat mencari sumber belajar baik cetak maupun elektronik.
Menuju kembali ke lantai dasar, hendak keluar kami diajak melewati ruang serbaguna, terlihat disana tangga lebar sekaligus sebagai tribun, lampu sebagai tatacahaya yang lengkap, tidak ketinggalan tong sampah besar, banyak, dan tertata rapi. Beberapa siswa belajar mandiri diruang tersebut dengan santai.
Sekolah Indonesia Nederland (SIN) dikepalai oleh bapak Budi Wahyu Rianto. Sekolah ini menggunakan kurikulum yang sama dengan Indonesia. Guru yang mengajar adalah guru Indonesia serta menggunakan Bahasa Indonesia sebagai pengantar.
Siswa yang belajar di SIN bukan saja warga Indonesia, namun beberapa negara lain juga ada, misal Thailand. Meskipun kewarganegaraan Thailand, siswa tersebut lancar menggunakan bahasa Indonesia. Saat berbincang, tampak semangat dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia.
Siswa tersebut tertarik belajar di SIN, karena ingin mempelajari budaya Indonesia dan agama Islam. Secara sistem pendidikan, SIN berpedoman dengan Sistem Pendidikan Nasional. Perbedaanya, keberadaannya di Negara Belanda. Menurut pak Riyanto, beberapa sekolah Indonesia luar negeri lainnya juga menerapkan sistem demikian.
Melanjutkan perjalanan menuju Belgia, melewati beberapa kota lainnya kami nikmati dalam bus yang tetap melaju. Namun sempat singgah makan siang di Brussel. Ya, makan siang dengan menu cinese food dengan alas an ada nasi di sana. Hehe, lagi-lagi urusan lidah, tidak semua cocok. Bagi saya tetap saja nikmat, karena ini merupakan pengalaman perjalanan. Bergegas menuju Paris, perancis. Siapa yang tidak kenal nama itu, menara Eiffel.
Rasanya tidak sabar semua anggota ingin segera sampai ke tempat itu. Dan kami melanjutkan perjalanan melalui transportasi bawah tanah. Hem, kereta listrik supercepat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: