SBY Soroti Utang Pemerintah
Namun, jika dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, rasio utang saat ini memang merangkak naik. Sebagai informasi, saat awal SBY menjadi presiden, pada 2005 rasio utang pemerintah mencapai 47,3 persen.
Sepanjang 2 periode pemerintahannya, SBY berhasil menurunkan rasio utang hingga 23 persen pada 2012, lalu naik sedikit menjadi 24,7 persen di akhir periode pemerintahannya pada 2014. Berikutnya, di masa awal periode pemerintahan Jokowi, rasio utang naik 27,4 persen pada 2015, kemudian terus merangkak naik menjadi 29,24 persen di tahun ini.
Sementara itu, banyaknya sorotan terkait lonjakan utang pemerintah membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara. Mantan Managing Director Bank Dunia itu tampaknya mulai gerah dengan segala bentuk pemberitaan terkait utang negara yang mencapai lebih dari Rp 4 ribu triliun.
Pasalnya, persoalan utang tersebut lantas menjadi diskusi publik dan menjadi amunisi bagi para politikus untuk menyudutkan pemerintah. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun angkat bicara.
\"Perhatian politisi dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang beberapa bulan terakhir sungguh luar biasa. Dikatakan luar biasa dikarenakan isu ini dibuat dan diperdebatkan seolah-olah Indonesia sudah dalam kondisi krisis utang sehingga masyarakat melalui media sosial juga ikut terpengaruh dan sibuk membicarakannya, \"jelasnya, kemarin.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa perhatian elit politik, ekonom dan masyarakat terhadap utang sebenarnya berguna bagi pihaknya selaku Pengelola Keuangan Negara untuk terus menjaga kewaspadaan, agar apa yang dikhawatirkan yaitu terjadinya krisis utang tidak menjadi kenyataan. Namun, dia menekankan agar pihak-pihak terkait tersebut tidak lantas bersikap berlebihan yang akhirnya menimbulkan keresahan publik.
\"Perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif. Kecuali kalau memang tujuannya untuk membuat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun,\"tegasnya.
Selain itu, lanjut Sri Mulyani, pihaknya juga menyoroti pihak yang membandingkan jumlah nominal utang dengan belanja modal atau dengan belanja infrastruktur. Dia menegaskan bahwa belanja modal tidak seluruhnya berada di Kementerian/Lembaga (K/L) Pemerintah Pusat, namun juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Kemudian dalam kategori belanja infrastruktur, dia mengatakan, tidak seluruhnya merupakan belanja modal, sebab untuk dapat membangun infrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja adalah masuk dalam belanja barang.
\"Oleh karena itu, pernyataan bahwa tambahan utang disebut sebagai tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya’ adalah kesimpulan yang salah. Ekonom yang baik sangat mengetahui bahwa kualitas institusi yang baik, efisien, dan bersih adalah jenis “soft infrastructure” yang sangat penting bagi kemajuan suatu perekonomian,\"katanya.
Terkait defisit dan posisi utang yang juga menjadi sorotan, Sri Mulyani meyakinkan bahwa kedua hal tersebut terus dikendalikan, bahkan jauh dibawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara. Dia mencontohkan, pada tahun 2017, defisit APBN yang diperkirakan mencapai 2.92 persen PDB, berhasil diturunkan menjadi sekitar 2.5 persen. Tahun 2018 ini target defisit Pemerintah kembali menurun menjadi 2.19 persen PDB.
\"Pada kurun 2005-2010, saat masa saya menjabat Menteri Keuangan sebelum ini, Indonesia berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 47 persen ke 26 persen, suatu pencapaian yang sangat baik, dan APBN Indonesia menjadi semakin sehat, meski jumlah nominal utang tetap mengalami kenaikan,\"imbuhnya.
Pengamat Ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menuturkan, tanggapan pemerintah terkait polemik utang tersebut, merupakan bagian dari membangun kepercayaan publik. Dia menekankan, jika utang dikelola secara profesional dan transparan perdebatan soal utang ini tidak akan membuat gaduh.
\"Jadi ini masukan juga buat pemerintah agar masyarakat selain di edukasi soal manfaat utang juga di edukasi tentang resiko dari meningkatnya utang,\"jelasnya kepada koran ini, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: