SBY Soroti Utang Pemerintah
SUMEDANG – Isu membengkaknya utang pemerintah tak luput dari perhatian Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden ke-6 RI itupun meminta pemerintah saat ini lebih berhati-hati.
SBY mengatakan, setiap pemerintahan mempunyai kebijakan ekonomi masing-masing untuk dikembangkan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) boleh saja menggenjot infratruktur, tapi tidak boleh mengabaikan pembangunan manusia.
“Itu sah-sah saja, walaupun kebijakan Pak Jokowi berbeda dengan kebijakan saya dulu. Tak bisa disalahkan,” terang dia melalui keterangan resminya. Pernyataan itu disampaikan SBY saat berkunjung ke Sumedang, Jawa Barat, kemarin (23/3).
Menurut SBY, tidak ada yang salah dalam program pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi, khususnya proyek jalan dan perhubungan. Program tersebut pasti ada manfaatnya. Namun, tuturnya, jika perekonomian melambat, pembangunan pasti akan berdampak kepada rakyat kecil.
Pelambatan ekonomi akan berdampak pada pertumbuhan sektor riil. Akibatnya, lanjut dia, lapangan pekerjaan akan berkurang atau perusahaan terpaksa harus menurunkan biaya gaji buruh. Daya beli masyarakat juga akan melemah. “Otomatis sektor riil yang sudah lemah itu akan semakin tidak menggeliat,” terangnya.
Pada era pemerintahannya, SBY menjalankan empat pilar strategi ekonomi. Yaitu, pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-enviroment. Kebijakan itu membuat pertumbuhan ekonomi meningkat pesat dan daya beli masyarakat menjadi stabil. “Tentu di sana sini banyak persoalan, namun makro ekonomi dan sektor riil bisa kita jaga,” urainya.
Saat Jokowi menjadi presiden, kebijakan ekonomi mulai berubah. Pemerintah lebih menggenjot pembangunan insfrastruktur dengan menambah utang luar negeri.
Menurut politikus kelahiran Pacitan itu, utang luar negeri boleh-boleh saja dilakukan, asal rasionya terhadap gross domestic product (GDP) masih dalam kepatutan. Jika utang mencapai 30 persen, pemerintah harus berhati-hati. “Kalau di atas 30 persen harus semakin berhati-hati,” tegasnya.
SBY mengatakan, Jokowi harus tahu, jika terlalu banyak mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur, maka ada alokasi yang berkurang, yaitu anggaran untuk pembangunan manusia. Dampaknya akan langsung dirasakan rakyat kecil, karena sektor riil melambat, pendapatan berkurang, daya beli melemah, padahal harga-harga sudah terlanjur naik.
Karena itu, lanjut SBY, saat ekonomi sedang melambat, sebaiknya tidak semua anggaran digunakan untuk infrastruktur. Perlu ada upaya pemerintah untuk membuat perekonomian menggeliat. Salah satunya dengan memberikan insentif kepada masyarakat guna meningkatkan daya beli.
“Saya hanya mohon kepada pemerintah, infrastruktur bagus tapi jangan lupakan pembangunan manusia, lapangan pekerjaan, dan daya beli masyarakat,” ucapnya.
SBY menegaskan, pemerintah perlu mendengar suara rakyat dan bergerak cepat. Masih ada waktu satu setengah tahun menjelang akhir pemerintahan Jokowi. Masih cukup bagi pemerintah untuk memperbaiki keadaan.
Sebagai informasi, jumlah utang pemerintah melonjak dari Rp3.165,13 triliun pada 2015 menjadi Rp3.466,96 triliun di 2017. Peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018-Februari menembus angka Rp4.034, 8 triliun. Dengan jumlah itu, maka rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB) saat ini sudah mencapai 29,24 persen.
Sebenarnya, jika dibandingkan dengan rasio utang negara lain, angka 29,24 persen masih jauh di bawahnya. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki rasio 41,8 persen terhadap PDB nya. Adapun rasio utang Malaysia mencapai 52,7 persen, bahkan Vietnam malah sampai 63,4 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: