>

DISWAY: Menu Mandoti

DISWAY: Menu Mandoti

Oleh: Dahlan Iskan

 Senin, 21 Maret 2022

INI kafe modern. Tapi menyajikan menu Songkolo Pulu Mandoti. Saya mencicipi menu itu kemarin pagi. Usai senam dansa di Makassar. Di depan kafe itu: BEN\'Z Cafe. Dekat lapangan Karebosi. Bersama sebagian peserta Munas Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) yang lagi kumpul di Makassar.

Itu nasi ketan. Tapi bukan ketan. Nasinya warna merah. Tapi tidak terbuat dari beras merah yang teksturnya karau.

Bahan baku nasi di menu itu: Pulu Mandoti. Beras Mandoti. Beras khusus yang hanya tumbuh di pedalaman Sulsel: Enrekang. Bahkan tidak semua wilayah Enrekang bisa ditanami Pulu Mandoti. Hanya di Salukanan.

Beras ini mahal sekali: satu kilogram Rp 60.000. Di pasar Makassar dijual literan. \"Per liter Rp 80.000,\" ujar Anto, pedagang beras yang saya hubungi. Sudah lebih 30 tahun Anto jualan Mandoti.

Kesaksian saya: enak sekali. Disajikan dengan kelapa parut mirip serundeng. Juga dengan irisan-kentang-goreng-kering-kecil-kecil, sekecil gagang cabe.

\"Lho ini kan nasi ketan?\" kata saya.

Pemilik kafe, David, buru-buru klarifikasi: \"Ini sehat pak. Lebih sehat dari beras merah,\" ujarnya. Ia seperti paham atas kekhawatiran saya: perut masih kosong. Kok disuguhi makan ketan –yang konon bisa bikin sakit maag.

Saya tidak langsung percaya. Saya hubungi banyak pihak. Tapi jarang yang tahu Mandoti. Mereka juga mengaku belum pernah makan nasi Mandoti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: