"Baiklah, Pak, aku ganti saja kasetku ini" Jawabku dengan nada takut.
"Ini aku tekan tombol play, 1, 2, 3, mulai. . . " Ucapnya dengan nada rendah dan ketawa tipis.
"aku lah pangeran dangdut, yang akan menggoncang dunia,lewat lagu yang ku nyanyikan,
lewat musik yang ku mainkan. . . "
Dengan aba-aba tombol play tadi aku cosplay jadi penyanyi dangdut Abiem Ngesti. Satu lagu tuntas ku nyanyikan kali ini dengan diawali ancaman ditelan bulat-bulat pakai minyak makan yang terbuat dari kelapa. Aku pun berlalu menuju rumah Ruli. Langkah kaki ku percepat agar tidak bertambah permintaan lagu kedua.
Ruli adalah anak pertama yang beruntung di desa ini karena memiliki Televisi berwarna dan satu-satunya di desa. Meskipun, belum ada tiang listrik resmi yang tertancap, keluarganya memiliki mesin diesel untuk penerangan dan kebutuhan listrik rumahnya. Sementara aku dan anak yang lain masih harus bersabar dengan Pelita / Pelleng yaitu lampu minyak yang dibuat dari sisa botol minuman sirup, yang pada bagian bawahnya dipasang pemberat dari kayu persegi agar tidak mudah tumbang.
Hari libur adalah waktu menonton setelah mengaji dari jam delapan pagi hingga jam sepuluh pagi. Selesai menonton serial kartun aku kembali untuk shalat zuhur dan makan siang.
Jam 1 siang sampai jam 3 sore, aku kembali bersila menghadap guru ngaji. Biasanya diwaktu sore hanya aku yang mengaji, dengan Fuang sendiri, maksudnya nenek kandung sendiri, anak anak-anak yang lainnya tidak ada. Karena aku adalah cucunya, jadi belajar mengaji tidak seketat anak-anak lainya, namun, disiplin waktu lumayan.