Demo Itu Hak Konstitusi, Tapi Jangan Anarki

Sabtu 30-08-2025,07:39 WIB
Editor : Bakar

Oleh: Mochammad Farisi, LL.M*

Jalanan dipenuhi demonstrasi yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR. Rakyat marah karena kebijakan yang sewenang-wenang: pajak dinaikkan, subsidi dikurangi, sementara gaji dan tunjangan pejabat justru membengkak; belum lagi korupsi yang merajalela dan anggaran negara yang kerap tidak efisien.

Saya pun bisa memahami kemarahan itu, bahkan ikut mendidih melihat penguasa yang semestinya menjaga hukum justru melanggarnya. Sayangnya, banyak aksi justru berakhir dengan kericuhan: batu beterbangan, gas air mata memenuhi udara, fasilitas publik rusak dan dibakar, bahkan sampai ada korban jiwa. 

BACA JUGA:Pos Polisi di Simpang BI Jambi Dibakar Massa, Situasi Memanas Hingga Malam

Harus diingat: demonstrasi yang berujung ricuh dan anarkis tetap salah. Merusak fasilitas publik hanya menambah beban keuangan negara, yang ironisnya bisa membuka ruang korupsi baru.

Demonstrasi sejatinya adalah hak asasi, bukan aksi anarki. Ia merupakan jalan rakyat untuk menyampaikan pendapat, menegur penguasa, dan mengawal keadilan. Karena bernilai luhur, demonstrasi harus dijalankan dengan cara yang beradab dan bermartabat. 

BACA JUGA:Rumdis Wagub Jambi Dilempari Batu dan Bom Molotov

Apalagi bila yang turun ke jalan adalah mahasiswa mereka seharusnya tampil lebih intelek, elegan, dan mampu menyuarakan kritik dengan kepala dingin, bukan dengan emosi apalagi tindakan anarkis.

 

Demonstrasi Adalah Hak Asasi, Bukan Alat Anarki

Demonstrasi bukan sekadar teriak-teriak di jalan. Ia adalah ekspresi luhur kebebasan berpendapat. Hukum internasional dan hukum nasional dengan tegas mengakuinya.

Universal Declaration of Human Rights (UDHR) Pasal 20 ayat (1) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Pasal 21, pada intinya berbunyi: “…Everyone has the rights to freedom of opinion, expression, import information and ideas through any media...” UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” 

BACA JUGA:Kementerian ATR/BPN Dorong Pendaftaran Tanah Ulayat di Luwu Timur untuk Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 23 ayat (2): “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”, 

 

Kategori :