SUMBAR, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Dari mano titiak palito. Dari tangluang nan barapi. Dari mano asa nenek moyang kito. Dari puncak Gunuang Marapi.
Demikian ungkapan mamang adat Minangkabau yang sering diungkapkan.
Teori tentang asal muasal suku Minangkabau cukup beragam. Namun banyak pihak meyakini, Gunung Marapi sebagai tempat asal muasal nenek moyang suku Minangkabau hadir pertamakali.
Hikayat dalam Tambo Minangkabau menceritakan, bahwa nagari pertama tempat nenek moyang suku Minangkabau tinggal adalah sebuah tempat yang diberi nama Lagundi nan Baselo yang lokasinya berada di kaki Gunung Merapi.
Cahaya dari Puncak Marapi
Dikisahkan bahwa asal usul orang Minangkabau berasal dari keturunan Raja Iskandar Zulkarnaini, yaitu dari Macedonia pada tahun 336-335 SM.
Raja Iskandar Zulkarnaini memiliki 3 orang putra dengan nama Maharaja Alif yang menjadi Raja di Benua Ruhun (Romawi). Maharaja Dipang yang menjadi Raja di Benua China dan yang bungsu yaitu Maharaja Diraja yang menjadi Raja di Pulau Emas (Perca).
Saat melakukan pelayaran, dari kejauhan mereka melihat cahaya mirip kilauan emas. Melihat hal ini kemudian mereka mencoba mendekat.
Setelah sampai ke sumber cahaya, ternyata mereka menemukan puncak Gunung Merapi.
Ikut dalam rombongan ini istri sang raja bernama Indo Jati atau Indo Jalito, Cati Bilang Pandai yaitu Penasehat Raja serta 4 orang panglima.
Dalam Tambo dihikayatkan, cukup lama juga mereka berada di Puncak Marapi, hingga kemudian air surut dan mulai terlihat permukaan daratan, akhirnya rombongan pun turun pindah ke sebuah lekung di pinggang Gunung Merapi.
Lekungan itu lah yang kemudian diberi nama Labuhan si Tempaga atau Galundi Nan Baselo.
Lalu di sana pula pertama kali dibuat sumur untuk pasokan air minum dan juga untuk tempat mandi.
Ketika itu digambarkan sekitar Gunung Marapi tidak ada air tawar namun dikeliling air laut sehingga membuat sumur adalah pilihan untuk bisa mendapat pasokan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Merasa nyaman dengan tempat itu, kemudian diputuskan untuk menjadikannya sebagai pemukiman untuk tempat tinggal.
Lokasi itu berada dalam dalam kawasan Kapalo Koto, sisi utara arah ke barat jorong Batur sekarang.
Lalu di sana juga kemudian mereka membangun Sawah Gadang Satampang Baniah, Batu Sajamba Makan dan Perumahan tertua, kini menjadi cagar budaya.
Terus Memperluas Kawasan
Kian lama, mereka mulai turun ke arah sebelah kiri, hingga ke seberang sungai yang dikenal dengan nama Batang Malona hingga kemudian berhenti di Batur.
Batur lah yang menjadi Dusun pertama di Minangkabau, terletak di pinggang Gunung Merapi berdekatan dengan Galundi Nan Baselo.
Dijelaskan dalam Tambo Alam Minangkabau, dari Dusun Batur ini kemudian adat Minangkabau mula-mula diatur oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang.
Dalam Tambo juga dikatakan. “Tatkalo bumi barumbuang naiak, aia basentak turun”.
Di Jorong Batur ini terdapat dua suku induk yang masih bertahan sampai sekarang, yaitu Suku Caniago, mempunyai 15 buah rumah adat dan 15 orang Panghulu adat di bawah kepemimpinan Dt.Parpatiah Nan Sabatang.
Kemudian ada Suku Piliang, dengan 13 buah rumah adat dan dan 13 orang Panghulu adat di bawah kepemimpinan Dt. Katumanggungan.
Setelah ratusan tahun, setelah Sri Maharaja Diraja wafat, lalu anak cucunya kian berkembang, berombongan mencari Kawasan-kawasan baru untuk didiami.
Tak hanya untuk tinggal, kawasan baru yang ditemukan juga digunakan untuk sawah dan ladang.
Ada juga yang meneruskan perjalanannya ke arah barat, ada yang ke timur dan selatan. Di mana lahan yang dirasa tepat, di sana rombongan istirahat dan berhenti meskipun lokasinya masih hutan belukar.
Lahirnya Nagari Pariangan
Lokasi-lokasi pemukiman itu kemudian diberi nama Pariangan. Karena anak keturunan semakin ramai, mulailah dibuat sawah yang berjenjang dan digali sumur yang dalam sebagai sumber air untuk kehidupan bersama anak cucu.
Juga di sini mulai disusun aturan adat yang lebih lengkap, sehingga akhirnya sejarah mencatat Pariangan sebagai nagari tertua di Minangkabau.
Tentang pemberian nama Pariangan, dalam Tambo disebutkan karena penduduk ketika membangun daerah ini dengan penuh kegirangan dan suka cita.
Pendapat lain mengatakan “Atas prakarsa ninik Sri Maharaja diraja beserta orang cerdik pandai pada masa itu, dibuatlah semacam permainan anak nagari seperti pencak silat, tari payung dan bermacam peralatan kesenian seperti aguang dan telempong, gendang dan serunai rabab, kecapi dan lain-lain sehingga menjadikan orang bertambah riang juga disetiap waktu"
Lalu kemudian dibuka lagi daerah baru lainnya yang bernama Padang Panjang, penamaan Padang Panjang karena saat awal membuka daerah ini menggunakan pedang yang sangat panjang untuk membabat hutan yang lebat.
Hingga kemudian, wilayah negeri yang didiami suku Minangkabau semakin luas ke kawasan lainnya, dan kini semua kawasan yang didiami keturunan suku Minangkabau ini masuk dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat. (*)
Artikel ini dirangkum dari Repositoru Universitas Andalas dengan judul Asal Usul Nenek Moyang Minangkabau