Presiden Prabowo Ingin Metode Pembelajaran Matematika RI Diperbaiki, Bahas Dua Opsi
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10/2024). -ANTARA/Mentari Dwi Gayati-
Meskipun hasil beberapa penilaian sebelumnya lebih tinggi dibandingkan hasil yang diamati pada tahun-tahun awal, peningkatan ini berbalik dengan penurunan yang terlihat pada 2015 dan seterusnya.
Artinya, sejak keikutsertaan kita pada PISA mulai dari 2000 sampai dengan 2022, belum terjadi peningkatan kualitas secara signifikan sebagaimana direpresentasikan oleh skor perolehan sepanjang 2000-2022.
Yang agak mencemaskan adalah ternyata hanya 18% siswa kita yang dapat memperoleh kemahiran matematika minimal level 2. Sedangkan 82% lainnya informasi tidak tersedia. Apakah anak-anak ini dapat dikatakan sebagai buta matematika secara fungsional?
Level 2 itu artinya siswa dapat menafsirkan dan mengenali, tanpa instruksi langsung, bagaimana situasi sederhana dapat direpresentasikan secara matematis (misalnya membandingkan total jarak pada dua rute alternatif, atau mengkonversi harga ke dalam mata uang yang berbeda.
Hampir tidak ada anak-anak usia 15 tahun kita yang berprestasi baik dalam bidang matematika, yaitu yang memperoleh level 5 atau 6 dalam penilaian matematika (rata-rata OECD: 9%). Kondisi serupa ditemukan pada bidang sains dan membaca.
Enam negara dan perekonomian Asia yang memperoleh level 5 dan 6, meliputi Singapura (41%), Taiwan (32%), Makau (29%), Hong Kong (27%), Jepang (23%), dan Korea (23%).
Pada level 5 dan 6 ini, siswa sudah mampu memodelkan situasi yang kompleks secara matematis, dan dapat memilih, membandingkan dan mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang tepat untuk menghadapinya. Hanya 16 dari 81 negara yang berpartisipasi dalam PISA 2022 menunjukkan lebih dari 10% siswa usia 15 tahun mencapai kemahiran level 5 atau 6.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: