>

25 Tahun Depati Parbo Diasingkan di Ternate di Sana Ia Dianggap Dukun Sakti

25 Tahun Depati Parbo Diasingkan di Ternate di Sana Ia Dianggap Dukun Sakti

Foto Depati Parbo yang dikirim oleh mahasiswa Jambi yang kuliah di Belanda. Konon inilah foto Depati Parbo yang sebenarnya. Ia selalu mengenakan sorban yang umum digunakan pada waktu itu.-Foto: Tangkap layar tasman1959.blogspot.com-

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Depati Parbo memiliki nama asli Mohammad Kasib. Ia lahir 184 tahun lalu, tepatnya tahun 1839 di Kerinci.

Depati Parbo merupakah sosok pahlawan pejuang kemerdekaan RI. Ia mendapat gelar Depati Parbo karena dianggap sebagai orang yang memahami kuat adat dan berpendidikan.

Puluhan tahun sebelum Indonesia merdeka, Depati Parbo telah berjibaku dalam perjuangan melawan penjajah Belanda.

Iskandar Zakaria, budayawan sekaligus pakar sejarah Kerinci, yang memuat hasil kajiannya terkait Depati Parbo di Harian Pelita edisi Selasa, 9 November 1976, berkisah tentang perjuangan Depati Parbo.

Iskandar atau yang biasa disapa Pak Is, mengumpulkan kepingan demi kepingan sejarah Depati Parbo setelah mewawancara beberapa tokoh, diantaranya  Pak Rawi, orang Lempur yang ikut berjuang bersama Depati Parbo. Kemudian beberapa orang Lolo, kampung yang menjadi basis perjuangan Depati Parbo.

Hasil penelusuran Iskandar, menggambarkan sosok Kasib – Depati Parbo muda, sebagai sosok yang haus ilmu pengetahuan. Kasib ke hilir dan ke mudik menuntut ilmu, mulai dari ilmu agama, adat dan lainnya.

“Ke mana-mana, antara lain ke Tanjung Tanah (tempat ditemukan naskah undang-undang kerajaan Melayu pada abad ke-14), bahkan ia juga belajar hingga ke Bangko. Di mana dia mendengar ada guru, dia akan datangi.” Ujar Pak Is saat diwawancara Jawa Pos National Network pada 14 Januari 2018 lalu, di Kerinci.

Tak hanya haus ilmu pengetahuan, Kasib oleh orang-orang di kampungnya, juga dikenal sebagai sosok anak muda yang bijaksana dan taat beribadah.

Punya pengetahuan yang lebih di bidang adat, Kasib kemudian dimajukan selangkah, ditinggikan seranting, lalu dinobatkan sebagai pemangku adat dengan gelar Depati Parbo.

Di Kerinci, gelar depati merupakan yang tertinggi, tugasnya sangat berat, melindungi negeri.

Kisah Heroik Depati Parbo

Kisah heroik Depati Parbo, terjadi saat usianya sudah tak muda lagi, yaitu saat berumur 64 tahun sekitar tahun 1900 hingga 1903.

Saat itu, ia bersama 30 hulubalang Kerinci bertempur mengalahkan ratusan tentara Belanda yang hendak memasuki wilayah Kerinci.

30 hulubalang itu dipimpin oleh Depati Parbo. Ratusan tentara Belanda ketika itu masuk dari wilayah Renah Manjuto di Kerinci bagian Selatan (Gunung Raya).

“Sebanyak 300 opsir Belanda kemudian terbunuh. Sisanya tunggang langgang lari ke daerah Muko-Muko dan Bengkulu,” begitu Pak Is menceritakan.

Diusir oleh Depati Parbo dan rombongannya, kemudian membuat Belanda marah besar.

Tak lama kemudian, Belanda datang lagi, datang dengan strategi baru, mereka menyerang melalui tiga pintu sekaligus, dari arah Indrapura (Pesisir Selatan), Muko-Muko (Bengkulu) dan Jambi.

Namun Depati Parbo adalah orang berilmu, otaknya tak mau berhenti berpikir. Ia pun kemudian melawan dengan strategi.

“Depati Parbo kemudian berkeliling Kerinci membakar semangat rakyat agar bersatu menghadapi serangan Belanda,” kisah Pak Is lagi.

Sementara itu, pasukan Belanda yang dari arah Jambi mulai menduduki Batang Merangin, Pulau Sangkar dan Sanggaran Agung.

Yang dari arah Muko-Muko dan Indrapura, mereka mulai menduduki Sungai Penuh, Rawang, Semurup dan Siulak.

Mencari Depati Parbo

Sampai di Kerinci, sosok yang paling dicari belanda adalah Depati Parbo. Depati parbo digambar sebagai sosok yang tidak tinggi dan bertubuh gempal. Namanya menjadi buah bibir di kalangan tentara Belanda karena telah berani menghalau mereka saat serangan pertama.

Sementara itu, Depati Parbo beserta pasukannya tetap berada di Lolo Kecil, sebuah wilayah perkampungan yang ada di Kerinci bagian hilir.

Namun Belanda tentu bekerja dengan peta. Mereka telah menghitung, jika akan memasuki dan menguasai Lempur dan Lolo mereka harus melewati dan menguasai dulu Pulau Tengah.

Belanda Menguasai Pulau Tengah

Medium tahun 1903 lalu Belanda menggempur Pulau Tengah. Tak mudah menguasai wilayah ini, karena di Pulau Tengah, pasukan Belanda harus menghadapi rakyat setempat dan pejuang Pulau Tengah yang dikomandoi oleh Haji Saleh dan Haji Ismael.

Bukan sekali, Belanda sampai tiga kali melakukan penyerangan di Pulau Tengah, semuanya berat, mereka tak bisa melawan rakyat setempat.

Namun kondisi akhirnya berpihak untuk Belanda. Enam bulan kemudian, tepatnya akhir tahun 1903, H Saleh meninggal dunia akibat hujaman peluru Belanda.

H Saleh menjadi target Belanda di Pulau Tengah karena sosok ini dianggap berbahaya, ia telah membunuh banyak opsir Belanda saat Belanda melakukan penyerangan.

Pulau Tengah pun kemudian jatuh ke tangan Belanda. Tinggal selangkah lagi, Belanda bergeser ke arah Kerinci Hilir hingga ke Lempur dan Lolo Kecil, wilayah basis yang dipimpin oleh Depati Parbo.

Menyerang Kerinci Hilir

Belanda kemudian memasuki wilayah Kerinci hilir. Di sini lalu pecah pertempuran.

Pasukan Belanda yang bersenjata lengkap, kemudian kesulitan melawan kawanan Depati Parbo yang hanya bermodal senjata tradisional seperti pedang, keris hingga tombak.

Sementara itu, Depati Parbo dan pejuang kerinci hilir lainnya tak berhenti melawan pasukan Belanda. Mengatasi serangan Belanda, Depati Parbo, Depati Agung dan pejuang lain kemudian membangun benteng pertahanan yang lokasinya di dekat pendakian Lolo Gedang menuju Lolo Kecil sebelah kiri.

Menurut informasi yang dihimpun Pak Is, Depati Parbo sangatlah berani dan gagah, ia berjibaku dengan keris di tangan kiri, sementara pedang di tangan kanannya.

Bukan 1 atau 2 pasukan yang berhasil ia tumpahkan, namun ada banyak pasukan Belanda yang gugur di tangannya.
Melihat kekuatan rakyat hilir dan pasukan Depati Parbo, Belanda pun merasa gusar.

Ada cerita menarik ldari perjuangan rakyat Kerinci hilir melawan Belanda. Yaitu tentang perempuan yang menjaga gerbang desa bernama Fatimah.

Menurut cerita rakyat setempat, Fatimah berhasil membunuh seorang kapten Belanda dan beberapa orang opsirnya sebelum akhirnya gugur dihantam peluru pasukan Belanda.

Fatimah rupanya adik istri Depati Parbo. Ia dikenal masyarakat setempat sebagai pahlawan perempuan yang sering menyerukan kalimat “lebih baik mati berkalang tanah, dari pada hidup terjajah.”

BACA JUGA:Legenda Asal Mula Negeri Lempur Kerinci

Sementara itu Belanda mulai merasa kelelahan dan kesulitan menguasai Kerinci hilir dan butuh tambahan pasukan dari wilayah lain, lalu diputuskan, tentara tambahan bergeser ke Kerinci hilir.

Sementara Belanda mengerahkan pasukan baru, Depati Parbo memilih untuk menepi sambil mengatur strategi baru.

Melihat kelincahan Depati Parbo, Belanda memang kian naik pitam. Mereka menganggap, perang ini tak boleh usai, sampai Depati Parbo berhasil ditangkap atau dibunuh.

Belanda Berusaha Menipu Depati Parbo

Belanda memang sering menggunakan tak tik bohong untuk melumpuhkan musuh. Itu pula yang hendak mereka terapkan untuk menangkap Depati Parbo.
 
Mereka kemudian mengundang Depati Parbo untuk berunding. Tujuannya, saat musuh datang, lalu disergap.

Namun Depati Parbo bukan orang bodoh, ia telah mengetahui trik-trik Belanda itu jauh-jauh hari. Beberapa kali ia diundang, tak satu pun ia datang.

BACA JUGA:Legenda Batu Puti Sanang Sungai Penuh

Belanda benar-benar geram. Mereka kemudian melancarkan strategi baru lagi yaitu menangkap keluarga Depati Parbo.

Belanda mengancam: jika tak mau diajak berunding, keluarganya yang akan mati.

Kondisi ini akhirnya membuat Depati Parbo dan pejuang Kerinci hilir lainnya akhirnya datang, mereka pun kemudian memutuskan untuk menemui Belanda di pusat dusun.

Namun Belanda ingkar, bukan perundingan yang ia hadapi, malah Depati Parbo dan pejuang lainnya ditangkap, tangannya diborgol, lalu mereka dikirim dan diasingkan ke Ternate, Maluku.

BACA JUGA:Legenda Asal Usul Danau Kerinci dari Sebutir Telur Naga

Mengutip tulisan Alm Prof Aulia Tasman, Pejuang Kerinci Hilir yang ikut ditangkap bersama Depati Parbo adalah tiga pimpinan perang dari Lempur yaitu Depati Agung, Depati Nali, Depati Muncak, dan Sultan Skendo.

Mereka yang dibuang ke Ternate adalah empat orang, yaitu Depati Parbo, Depati Agung, Depati dan Depati Muncak Sedangkan Sultan Skendo dibuang ke Jambi.


Dianggap Dukun Sakti

Lama Depati Parbo di Ternate Maluku, kurang lebih 24-25 tahun.

Di sana, ia menjalani hari-hari hampir sama dengan tahanan perang lainnya, diminta mengerjakan banyak hal sambil ia terus mendalami ilmu agama.

Ada kisah menarik tentang pengasingan Depati Parbo. Suatu hari, ia pernah turun tangan mengobati anak asisten residen Belanda di sana.

BACA JUGA:600 Tahun Lalu Tari Rangguk Kerinci untuk Memuja Arwah, Pernah Ditampilkan di Depan Presiden Soekarno

Asisten tersebut telah kebingungan mengobati penyakit anaknya, berobat di rumah sakit namun tak ada perubahan, lalu  ia diberitahu bahwa ada seorang tahanan bernama Depati Parbo yang sakti dan dukun yang bisa mengobati orang sakit.

Depati Parbo bukanlah dukun, namun ia memang sering disebut sebagai dukun sakti, karena dianggap sebagai orang beriman dan dekat dengan Tuhan yang melalui tangannya bisa mengobati orang-orang yang sakit.

Pulang ke Kerinci

Sekitar tahun 1927, atas permohonan para kepala mendapo di Kerinci kepada Pemerintah Belanda, Depati Parbo akhirnya dipulangkan kembali ke Kerinci.

Sesampainya di Kerinci ia disambut dengan penuh suka cita oleh masyarakat setempat, selayaknya menyambut seorang pahlawan.

BACA JUGA:Sudah jadi Nama Kampus dan Nama Bandara di Jambi, Dimana Foto Asli Sultan Thaha Berada?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: