Legenda Batu Panjang Sungai Penuh
Suasana di Sungai Penuh-IG @ssooo__k-
JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak perempuan yang malang di satu keluarga sederhana. Mereka tinggal di Negeri Sungai Jernih Sungai Penuh.
Putri ini bukanlah anak yang beruntung. Meski memiliki keluarga yang utuh, punya ayah, ibu, nenek, kakek dan memiliki kakak laki-laki, namun semua tak menghiraukan kehadirannya.
Hampir apa saja yang diinginkan Putri, tak pernah dipenuhi oleh keluarganya. Putri merasa, semua membencinya karena ia terlahir sebagai anak yang jelek, tidak secantik sepupunya dan tak secantik anak-anak lain yang ada di desanya.
Putri adalah anak yang sederhana, tubuhnya kurus, matanya sayu dan rambutnya ikal.
Suatu hari, Putri tiba-tiba sangat ingin makan daging ikan. Hampir setiap hari ia melihat kakeknya menangkap ikan di sebuah sungai di Sungai Jernih, tapi tak pernah sekalipun ia mencicipi apa rasa daging ikan.
Putri juga sering melihat nenek dan ibunya memasak ikan, dibakar dengan bumbu, namun ia hanya bisa mencium aroma bumbunya dari kejauhan.
Sedihnya lagi, ikan bakar itu selalu habis dimakan keluarganya. Putri yang malang memang jarang diajak makan bersama.
Biasanya ia hanya makan setelah seluruh anggota keluarganya makan duluan.
Saat nenek dan ibunya masak ikan bakar, Putri akan diminta bermain di hutan, atau diminta mencari kayu bakar, mencari sayur, dan ada saja perintah lainnya.
Putri yang baik hati selalu menuruti apa kata keluarganya. Namun lagi dan lagi, ia akan tertipu, sepulang dari luar, biasanya ikan bakar sudah habis, yang tersisa hanya tulang-tulangnya saja.
Sedih selalu saja dibohongi, pernah suatu ketika, Putri mencoba menangkap sendiri ikan-ikan di sungai, namun selalu gagal, ia tidak punya kemampuan menangkap ikan di sungai, selain tak punya alat, tangannya yang mungil juga tak bisa menangkap ikan.
Suatu hari, lagi dan lagi, Putri melihat kakeknya membawa pulang banyak sekali tangkapan ikan.
Entah kekuatan dari mana, pada hari itu tiba-tiba saja putri berani mengungkapkan keinginannya untuk bisa makan ikan bakar.
“Kakek, bolehkah aku hari ini, mencicipi bakar ikan hasil tangkapan kekek? Aku sangat ingin mencicipi apa rasa daging ikan,” ujar Putri.
Sang kakek sempat terpana, ia heran bagaimana bisa cucunya itu berani lancang minta masakan ikan hasil tangkapannya.
“Oh baiklah, tapi kau bisa makan ikan bakar kalau kau diizinkan oleh nenek, kau tanya dulu ke nenek nanti ya, tugasku hanya menangkap ikan, yang masak nanti nenek mu,” ujar sang Kakek.
Mata Putri langsung berbinar, ia merasa ada harapan ia akan mencicipi daging ikan sore ini. Lalu ia langsung mendekati neneknya di dapur.
“Nek tadi kakek membolehkan aku makan ikan bakar, masakan nenek, kalau nenek mengizinkan, apakah boleh aku mencicipi masakanmu sekali ini saja nek,” ujar Putri.
Wajah sang nenek langsung terheran, bagaimana bisa, cucunya itu, berani lancang minta makan ikan bakar, sementara selama ini ia tidak pernah minta.
Selama ini Putri hanya makan nasi putih, atau nasi dengan irisan bawang, atau makan nasi dengan garam saja.
“Oh masa? Kalau begitu, kau izin dulu lah dengan ibumu, jika ibumu mengizinkan, aku akan berikan kau sepotong ikan bakar untuk makan sore nanti,” ujar sang Nenek.
Putri pun merasa gembira, matanya semakin berbinar, ia merasa punya harapan sore ini ia akan mencoba daging ikan untuk pertama kalinya.
Kemudian Putri menghampiri ibunya. Tak disangka, ibunya kemudian meminta Putri minta izin ke ayahnya, dari ayahnya diminta izin ke abangnya.
Putri pun kemudian menjadi sangat lesu dan putus asa. Hatinya sangat terluka. Ia mulai kehilangan harapan. Sudah tak mungkin ia bisa mencicipi lezatnya daging ikan, ia hanya dipermainkan.
Sedih tak terbendung, Putri pun kemudian beranjak pergi dari rumahnya. Ia tak ingin menganggu keluarganya makan, ia merasa harus menyingkir.
Lalu ia memilih menepi, tak jauh dari rumahnya. Di sana, ada sebuah bongkahan batu yang sangat besar.
Di atas batu itulah, Putri menangis tersedu-sedu. Batu ini adalah tempat Putri mengadu selama ini. Ketika ia sering dimarahi kakek dan neneknya, ia mengadu di atas batu itu.
Begitupun ketika dimarahi oleh ayah, ibu dan abangnya, ia juga selalu mengadu di atas batu itu, hanya batu itu yang setia menemani putri selama ini dalam kesedihan.
Namun kali ini, rasa sedih Putri sungguh teramat dalam, hari pun semakin gelap karena sudah beranjak malam. Sambil menangis, kemudian Putri memandang ke atas langit.
Dari atas batu, Putri melihat bulan sedang terang. Ia pun kemudian bermohon kepada yang kuasa, sambil bernyanyi:
Tinggi … tinggilah engkau batu, biar kakek ku senang biar nenekku senang.
Tinggi… tinggilah engkau batu, biar ayahku senang biar ibuku senang,
Tinggi… tinggilah engkau batu, biar abangku senang biar kakakku senang.
Nyanyian itu disampaikan putri dengan pilu sambil terus meneteskan air mata.
Tiba-tiba tanpa disadari, batu yang diduduki Putri semakin tinggi, semakin tinggi hingga menggapai bulan.
Sesampai di bulan, Putri kemudian merasa bahagia. Ia melihat bulan sangat terang dan bercahaya. Di sana juga ada banyak sekali jenis-jenis makanan yang terbuat dari ikan.
Bahkan ada juga ikan bakar seperti masakan neneknya. Putri sangat senang.
Lalu ia melangkahkan kakinya, dari atas batu, berpindah melompat menginjak bulan.
Saking bahagianya, Putri tak berniat untuk kembali ke bumi. Ia merasa di bumi tak ada lagi yang sayang dengannya.
Lalu ia menendang batu yang sudah meninggi tadi. Hingga batu pecah dan terserak jatuh ke bumi.
Beberapa bagian batu kemudian memanjang terbentang di kaki bukit. Kemudian oleh rakyat Sungai Jernih, batu itu lalu diberi nama: Batu Panjang.
Sementara itu, keluarga Putri sempat menyaksikan kepergian Putri. Mereka sempat memanggil Putri untuk turun dari batu yang makin tinggi itu, namun suara mereka tak lagi terdengar, Putri terus bernyanyi, hingga akhirnya batu sudah setinggi bulan.
Sejak saat itu, keluarga Putri pun menyesal telah jahat dengan gadis mungil yang baik dan rajin itu.
Keadaan tak bisa lagi berubah. Putri telah memilih jalannya, untuk tinggal di bulan.
BACA JUGA:Legenda Asal Mula Negeri Lempur Kerinci
BACA JUGA:Legenda Asal Usul Danau Kerinci dari Sebutir Telur Naga
Untuk mengenang Putri, keluarganya hanya bisa memandang bulan dari kejauhan, itupun hanya bisa dilakukan pada bulan purnama.
Saat purnama, mereka hanya melihat bayangan Putri.
Sementara itu, Putri telah bahagia di bulan, tanpa ada lagi yang jahat dengannya, dan bisa makan apa saja yang diinginkannya. Putri pun kemudian hidup bahagia.
Pesan moral dari Legenda Batu Panjang Sungai Penuh: Selalu berbuat baiklah dengan siapa saja, apalagi dengan keluarga sendiri. Dan jangan pernah jahat dengan orang lain, karena doa orang yang disakiti, sangat mungkin dikabulkan Tuhan. (***)
Sumber: Dirangkum dari berbagai cerita masyarakat Kota Sungai Penuh.
BACA JUGA:Kisah Hantu Pirau dan Cincin Pinto-pinto Raja Jambi
BACA JUGA:Legenda Batu Puti Sanang Sungai Penuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: