Potensi EBT di Tengah Berlimpahnya Energi Fosil di Provinsi Jambi

Potensi EBT di Tengah Berlimpahnya Energi Fosil di Provinsi Jambi

Persentase bauran energi baru terbarukan (EBT) Provinsi Jambi akan naik setelah PLTA Kerinci Merangin beroperasi tahun 2025-Foto: Dok PT Kerinci Merangin Hidro-

Pandu menambahkan, sebenarnya ada satu lagi sumber EBT Jambi yang hingga kini masih diteliti yaitu potensi panas bumi di wilayah kerja (WK) Lempur Kabupaten Kerinci dan di WK Jangkat Merangin. Keduanya diperkirakan memiliki potensinya sebesar 400 MW.

WK Lempur hingga saat ini masih dalam tahap eksplorasi, masih diteliti oleh Pertamina Geothermal Energy sementara di Jangkat oleh PT Energi Development Corporation.

Hanya saja hingga saat ini, Kementerian ESDM yang memegang wewenang atas kontrak kerjasama dengan pihak kontraktor, masih belum memberi kabar terbaru progres dan hasil penelitian di 2 wilayah kerja tersebut.



Urgensi Transisi Energi

Kenaikan suhu global dalam beberapa tahun terakhir telah memaksa Indonesia, mau tidak mau, suka tidak suka, harus segera beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan.

Pemanfaatan energi fosil telah memicu bumi semakin panas. Membakar bahan fosil, seperti minyak, gas maupun batu bara telah nyata menghasilkan karbondioksida.

Karbondioksida yang bertebaran di atmosfer akan membuat suhu bumi semakin panas dan memicu perubahan iklim. Tak hanya karbondioksida, bahkan ketika batu bara dibakar untuk proses pembangkit listrik, ikut menyumbang pula racun berupa emisi merkuri yang sangat berbahaya.

Icmi Safitri, Staff Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, dalam kegiatan Pelatihan Jurnalistik Transisi Energi yang dilaksanakan di Jambi, 10 Juli 2023 lalu mengatakan, dampak yang ditimbulkan akibat suhu bumi naik sangatlah fatal.

“Kenaikan suhu menimbulkan penguapan yang membuat curah hujan kian tinggi dan banjir dimana-mana, kemudian kekeringan yang membuat krisis pangan karena ekosistem dan pertanian terganggu,” ujar Icmi.

Kenaikan suhu bumi juga membuat permukaan air laut ikut naik sehingga terjadi migrasi penduduk pesisir.

Jadi, transisi energi dari energi fosil menuju energi terbarukan menjadi sesuatu yang sangat penting.

“Karena semakin kita abai bertransisi dari energi berbasis fosil, maka akan semakin besar pula kerugian dan dampak yang akan dialami Indonesia,” lanjut Icmi.

Tak hanya perubahan iklim, aktivitas pemanfaatan energi fosil juga telah menimbulkan dampak sosial.

“Mungkin salah satunya seperti yang terjadi di Jambi, terjadi konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang ketika jalan umum dimanfaatkan untuk mengangkut hasil produksi tambang,” lanjutnya lagi.

Tentunya dalam proses transisi ini, kapasitas pembangkit EBT hendaknya juga disertai dengan turunnya kapasitas pembangkit energi fosil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: