Wisatawan Masuk Jambi Pilih Jalur Sumbar, Dampak Macet Angkutan Truk Batu Bara Merembet Kemana-mana

Wisatawan Masuk Jambi Pilih Jalur Sumbar, Dampak Macet Angkutan Truk Batu Bara Merembet Kemana-mana

Salah satu spot wisata di Kabupaten Kerinci yaitu Kebun Teh Kayu Aro . Foto : Dok PTPN6--

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Pemerintah Provinsi Jambi seperti menutup mata, mereka mungkin lupa dampak kemacetan angkutan truk batu bara di Provinsi Jambi telah merembet kemana-mana, termasuk kepada wisatawan yang masuk ke Jambi.

 

Demikian dikatakan Herman P Bakara, Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) DPD Jambi kepada Jambi Ekspres Sabtu (4/2).

 

Kata Herman, dampak paling fatal yang kini terjadi adalah terhadap tamu luar yang berkunjung ke Provinsi Jambi. 

 

Hasil pantauan setahun terakhir, Sumatera Barat (Sumbar) yang malah panen dengan polemik truk batu bara di Jambi. “Kami mengamati ini, telah banyak tamu yang hendak ke Jambi memilih jalur Sumatera Barat,” ujar Herman lagi.  

 

Alasan memilih jalur Sumbar juga sangat logis terutama soal kepastian waktu. 

 

Kata Herman, rata-rata tamu yang masuk jalur Sumbar adalah mereka yang hendak melakukan perjalanan wisata ke Kabupaten Kerinci, Merangin dan Sarolangun.

 

Tamu ketika ingin berkunjung butuh kepastian jadwal dan kenyamanan, jika kemudian harus dihadapkan dengan waktu tempuh yang panjang dan juga itinerary meleset,  tentu akan jadi preseden memalukan untuk bisnis pariwisata.  

 

Kondisi ini juga berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan tamu. Ketika macet, nambah waktu kunjungan, juga nambah lagi biaya nginap, makan, belum lagi resiko ditinggal pesawat, travel dan lainnya.

 

“Sebenarnya ada jalur lain yaitu Bandara Muaro Bungo, namun ini juga tidak setiap hari,” kata Herman. 

 

Belum lagi maskapai di Bungo punya citra kurang baik, suka membatalkan dan menunda penerbangan seketika, itu kata Herman jadi ketakutan teman-teman pelaku pariwisata merekomendasikan penerbangan via Bungo kepada tamu. 

 

Pemerintah Provinsi Jambi kata Herman telah lupa, sektor pariwisata merupakan sektor yang berdampak paling besar terhadap banyak hal. Mulai dari UMKM, restoran, penginapan dan banyak lainnya, semua terkait.  “Jika masuk jalur Sumbar, ya sana lah yang panen,” lanjut Herman lagi. 

 

Padahal potensi-potensi itu seharusnya bisa diraup oleh masyarakat dan pelaku pariwisata di Kota Jambi dan kabupaten sekitar yang harusnya ikut terimbas.

 

“Tapi ya karena pemerintah saat ini, mulai dari Gubernur, Kepala Dinas, semua tidak paham pariwisata, begini jadinya, itu yang saya lihat,” tegas Herman lagi.

 

Sejauh ini pelaku pariwisata pun belum pernah dikumpulkan untuk sekedar diminta pendapat atau diskusi terhadap fenomena angkutan truk batu bara yang menggila yang terjadi saat ini. 

 

Pemerintah kata Herman hanya peduli dengan ribuan sopir truk batu bara dan pemilik tambang, tidak berpikir betapa sektor lain juga sangat terpukul atas polemik angkutan batu bara di Jambi,  termasuk pelaku pariwisata. 

 

Kebijakan pemerintah dalam penanganan regulasi angkutan truk batu bara Jambi diakui Herman masih jauh dari harapan pelaku pariwisata. “Jika ada good will pasti bisa teratasi, namun yang terjadi saat ini, pemerintah belum berpihak pada masyarakat umum,” lanjutnya lagi. 

 

Sekedar informasi, polemik angkutan truk batu bara di Jambi memang semakin parah sejak beberapa waktu terakhir. 

 

Menimbulkan kemacetan dimana-mana karena tambang batu bara di Jambi belum memiliki jalan khusus dari mulut tambang ke pelabuhan. 

 

Hampir 11.000 angkutan batu bara yang beroperasi di Jambi, menguasai jalan nasional yang notabenenya adalah milik masyarakat umum.

 

Kemacetan dan juga kerusakan jalan yang parah terjadi pada lima wilayah di Provinsi Jambi, mulai dari Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi dan juga Kota Jambi. 

 

Kemacetan di wilayah ini telah mengganggu arus jalur transportasi ke daerah wisata seperti Sarolangun, Merangin dan Kerinci.

 

Hingga saat ini angkutan truk batu bara tambang masih terus beroperasi di jalan nasional ini. Guna mengurai kemacetan pemerintah telah memberlakukan pembatasan dengan sistem ganjil genap sejak awal 2023.

 

“Kebijakan yang ada saat ini hanyalah jalan keluar non permanen, juga belum efektif buktinya masih saja terjadi kemacetan, mobil parkir d badan jalan jadi pemandangan biasa. Jika ingin ini musibah ini berakhir , angkutan harus punya jalur khusus dan tak lagi mengganggu masyarakat umum,” tegas Herman menutup wawancara. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: