Bagian 2: “Stetoskop, Jas Lab, dan Gombalan Murah”
ilustrasi--
“Apanya yang nikmat anjeng!” Raka protes tak setuju.
“Ya! Lo jangan nge-anjing-in Widia lovey-dovey gue dong!” Abian menutup kuping Widia, menatap Raka galak. Arsena tertawa, sebab jika dilihat dari sudut mana saja kepribadiannya mereka berempat sangat bertolak belakang satu sama lain. Widia yang polos, Abian si sensi, Raka yang bermulut pedas dan Arsena yang terlalu cuek serta bodo amat pada sekitarnya.
“Udah woi! Udah! Ini kenapa jadi bahasa gaya pacaran gue sama Abian, mau gue sama Abian juga lovey-dovey sambil salto lo pada mau apa emangnya?! Balik ke topik awal!” Kesal Widia menengahi, “Nah, lo, Na! Kenapa stetoskop lo bisa patah? Walau lo banyak duit itu stetoskop mahal anjir!” Tanya Widia, atensi ketiganya kini beralih pada Arsena sepenuhnya.
Arsena menatap Stetoskopnya, ia memang sedih stetoskopnya patah. Namun, rasa jengkel kini lebih mendominasi mengingat peristiwa yang menyebabkan stetoskopnya harus berakhir di tong sampah sebab tak lagi berguna, “Gara cabe – cabean sinting di bus! Heran gue, padahal sekian banyaknya manusia yang bisa gue temuin di tiap paginya, kenapa sial mulu sih!” Arsena mendumal kesal.
“Tampang lo, tampang – tampang kriminal!” Respon Abian, membingkai wajah Arsena dengan jarinya.
“Opini dari mana itu?!” Portes Arsena, “Sebagai calon dokter anak gue nggak setuju ya bahlul! Masa?!” Arsena mengambil kaca yang biasa Widia gunakan paksa, bercermin menatap wajahnya.
“Cantik ah!” Puji Arsena pada dirinya yang membuat Abian segera praktik kejang – kejang sebab tak terima.
“Ayan lo?!” Kesal Arsena menendang kaki Abian di bawah meja.
“Kaki gue itu aset ya anjir! Patah kaki gagal gue jadi jaksa dalam menuntut segala kejahatan!”
“Halah! Jaksa gadungan aja bangga!”
“Calon dokter Mal Praktik kayak lo mah diam aja!”
“Siapa yang lo bilang calon dokter mal praktik hah?! Gue ini calon dokter terintegrasi!”
“Gue jug—cawlon jaksaw!” Abian tidak lagi melanjutkan kalimatnya sebab Raka yang menyumpalnya dengan bakwan di atas meja mereka. Arsena membulatkan matanya, begitu juga Widia yang panik segera mencari air untuk Abian, sedangkan Raka menatap Arsena tajam.
“Kalo jas lab lo kemaren, kenapa?” Tanya Raka, membiarkan Abian yang terbatuk – batuk sebab tersedak bakwan pemberiannya.
“Nggak sengaja gue jatuhin lumpur abis berantem sama preman pasar.” Jawab Arsena pelan menggaruk kepalanya tak gatal, sebab tatapan Raka yang terasa mengintimidasinya. Raka beranjak dari duduknya, ia mengeluarkan jas labnya dan memberinya pada Arsena, “Balikin ke gue kalo lo udah ngumpul laporan terkahir lo di labor, professor biasanya disana. Gue mau kumpul sama himpunan dulu sebentar, jangan lupa liat kelompok koas lo.” Raka merapikan rambut Arsena, mengambil barangnya, dan pergi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: