“Bahagianya Kita, Cuma Kita yang Tau”

“Bahagianya Kita, Cuma Kita yang Tau”

Ari Hardianah Harahap--

Sekitar tiga puluh menit perjalanan yang ditempuh untuk sampai ke rumahnya dari Bandara Soekarno - hatta.

Penerbangannya dari Surabaya menuju Jakarta, kota Metropolitan yang akan menjadi saksi diam kehidupan Derillia yang baru mulai detik ini. Bau tanahlah yang menyerbu penciuman Derillia saat pertama kali menginjakkan kakinya di rumah barunya. Rumahnya tidak berada di perumahan elite, daerah rumahnya hanya di perumahan biasa yang  terlihat asri dan teduh dengan banyaknya pohon yang tumbuh di pingir jalan. Jam yang melingkar di Tangannya menunjukan pukul 9 pagi. Tak ingin berlama – lama Derillia segera menyuruy supir taksi untuk menurunkan barang – barangnya lalu membayar ongkos perjalannaya tak lupa mengucapkan terimaksih kepada supir taksi tersebut.

Setelah memperhatikan sekelilingnya, Derillia segera mengambil kunci rumah yang berada dalam sling bagnya. Pagar rumah Derillia yang sedikit macet, membuat Derillia sedikit susah untuk membukanya.

“Astaga, ini pagar nggak bisa di ajak kerjasama banget sih. Gue baru aja nyampe, eh lonya ngebuat gue repot pake acara nggak bisa di buka segala” ucap Derillia pada pagar rumah sambil mencak mencak.

“Lo kayak orang gila tau nggak. Baru datang, nggak ada orang, ngomong sambil mencak mecak Sendiri. Sakit jiwa lo” sahut suara seseorang.

Mendengar suara itu Derillia berbalik ke belakang, tapi tidak ada orang sama sekali. Derillia melihat sekelilingnya, tiada orang satu pun. Entah kenapa, secara otomatis Derillia memegang tengkuk belakangnnya,

“Perasaan gue kayak denger suara orang deh, tapi kok kagak ada bentuknya. Jangan – jangan titisan genderuwo, ah tapi masa sih pagi – pagi gini ada hantu.” Ucap Derillia bermonolog pada dirinya sendiri.

“enak aja lo ngtain gue titisan Genderuwo, nggak sadar dirilo kalo lo titisan sunder bolong” balas seseorang yang tak tahu dari mana.

“UWAH...... TOLONG ADA HANTU, TOLONG ADA HAN..hmmpppttt” Teriak Derillia, belum lagi kalimat yang ingin dia ucapkan selesai. Mulutnya sudah dibekap seseorang dari belakang. Karena terkejut, Derillia memberontak, ia memukul tangan yang memebekap mulutnya, karena tubuhnya yang mungil tenaganya tak seberapa. Orang tersebut membuat punggung Derillia membenturnya, jika Derillia tebak tingginya hanya sebatas dada orang itu.

“kalo lo nggak diam. Siap – siap aja ntar titisan genderuwo bakal ngejadiin lo makanannya”bisik seseorang tersebut tepat di telinga Derillia.

Derillia percaya saja dengan omongan orang tersebut, hal pertama yang paling Derillia takuti adalah hantu. Setiap mendengar kata tersebut, tentu saja bulu kuduk Derillia segera merinding. Derillia diam, tidak ada pemberontakan lagi dari dirinya. Tetapi tetap saja Derillia takut, ia hanya Sendirian disini lalu ada seseorang yang membekap mulutnya dari belakang, Derillia ingin berteriak tapi mulutnya masih di bekap oleh tangan orang itu. Terdengar isakan kecil dari mulut Derillia, dan air mata yang membasahi tangan yang membekap mulut Derillia tersebut. Jika Derillia tebak dari suara yang membekap mulutnya, suara ini seperti suara laki – laki. Serak, berat dan basa. Jika situasi ini normal, Derillia yakin bahwa ia akan menganggap suara ini sangat seksi. Tapi untuk saat ini suara itu sangat menyeramkan bagi Derillia.

Orang yang membekap mulut Derillia pun terkejut karena Derillia menangis, dengan cepat dia membalik tubuh Derillia.

“Aduh... kenapa lo nangis ?” Ucap laki - laki tersebut panik.

Tanpa membalas perkataannya, Derillia semakin mengencangkan suara tangisannya.

“Ya ampun ngapa makin kenceng aja nih anak nangis, eh.. becanda doang tadi” ucap laki – laki tersebut semakin panik karena suara tangis Derillia yang semakin kencang. “Serius, gue cuman becanda, nggak bermaksud apa – apa kok. Rumah gue aja di depan rumah lo” lanjutnya lagi agar tangis Derillia reda.

“g..gu..gue... ta..ta..kut ...hiks.hiks..kalo lo bener – bener titisan genderuwo yang bakal jadiin gue makannanya, huwah.....” tangis Derillia yang diharapkan reda malah semakin menjadi.

“eh sumpah lo ngelawak masa iya lo percaya kalo gue titisan genderuwo, ganteng gini bener aja lo bilang genderuwo, ssttt.. diam ya. Nama gue Aksara, masa iya nama sekece itu lo tetap aja bilang gue genderuwo.” Ucapnya heran, mengapa gadis sebesar Derillia masih saja bisa percaya dengan hal – hal seperti itu. “udah dong jangan nangis. Seenggaknya kecillin suara lo, entar orang bilang kalo gue ngapa – ngapain lo lagi” lanjutnya berusaha meredam tangis Derillia.

Bukannya semakin diam, Derillia malah mengenangkan tangisnya dua kali lipat dari yang tadi. Hidung dan kedua pipi Derillia sudah sangat merah, terkesan menggemaskan bagi Aksara. “aduh...gemes banget gue lihat nih cewek, pengen gue cubit hidung sama pipinya tu” batin Aksara.  Tetapi Aksara segera menepis pikiran itu. “ck, apa yang lo pikirin sih ak. Fokus lo harus ngediamin ni cewek. Bisa abis lo kalo sampai ketahuan bunda.” Batin Aksara lagi mengingatkannya tentang tujuan awalnya. “hei, gue ini bukan titisan genderuwo, gue nggak bakal makan lo kok. Lihat deh muka gue dengan seksama masa iya gue titisan genderuwo” Ucap Aksara yang sudah semakian panik melihat orang yang ia takuti akan keluar rumah.

Aksara melihat dua orang laki – laki keluar dari rumahnya. Salah satu dari kedua laki lai tersebut adalah ayahnya, Andreos Pramana. Umurnya yang sudah berkepala empat, tidak menghilangkan berapa tampannya  laki laki tersebut, perawakannya tinggi tegap dan berwibawa, membuat ia terkesan lebih gagah. sedangkan satunya lagi adalah Aksero Pramana Putra, tentu saja abangnya yang berumur 23 tahun saat ini. Melihat keduanya Aksara semakin panik. Habislah sudah nasibnya setelah ini, melihat tatapan garang dari keduanya.

***

“jadi lo itu tetangga depan rumah gue ?” tanya Derillia yang sedang duduk berhadapan bersama laki – laki yang mengaku sebagai titisan genderuwo tadi.

“iya, gue tetangga lo” jawabnya ketus.

“eh, gue lupa nama lo siapa tadi ?” tanya Derillia lagi.

Bukannya menjawab pertanyaan Derillia, laki – laki tersebut malah mengeluarkan kata – kata ketus bin nyelekit untuk Derillia. “cih, selain badan lo yang pendek dan mungil, ternyata otak sama daya ingat lo juga cetek banget” ucapnya sarkatis pada Derillia.

“apa – apaan lo bawa tinggi badan, gue itu nggak pendek. Cuman belum waktunya gue itu tunggi.” Ucap Derillia sambil mendelik kesal atas ucap laki – laki itu.

“Aksara Pra..” belum lagi Aksara melanjutkan kalimatnya, Derillia segera memotong.

“gue ingat, gue ingat. Aksara Pramana Putra kan ?” tanya Derillia.

“hmm...” dehem Aksara, “kalo lo ?” tanya Aksara pada Derillia.

“Apa ?” tanya Derillia.

“ck.. lemot banget sih jadi orang” decaknya kesal melihat tingkah Derillia yang super lemot menanggapi sesuatu. “Nama lo siapa ?” tanyanya kesal, sambil memutar bola mata jengah.

“oh, lo nanya nama gue. Bilang dong, makanya ngomong jangan setengah – setengah” ucap Derillia ketus. “Derillia, Derillia Anosya Putri.” Jawab Derillia.

“oh...ya udah gue mau balik.” Ucap Aksara ketus sambil berdiri dan berjalan menuju pintu

“cih, balik aja sono. Kenapa nggak dari tadi, jadi gue ngak perlu repot – repot bikin minum segala.” Ucap Derillia sinis mengantar Aksara keluar

“belagu amat sih lo jadi orang. Bukannya di baikin gue, malah disinisin.” Ucap Aksara jengkel yang sudah di depan pintu rumah Derillia sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“cih, titisan genderuwo itu nggak pantas di baikin. Kalo dibaikin yang ada gue kena sial 7 hari 7 malam.” Ucap Derillia sambil mengendikkan bahu.

“ck, siap juga yang mau dibaikin sama titisan sunder bolong kayak lo. yang ada malah baikan sunder bolong dari pada lo. kalo dibaikin sama titisan sunder bolong, kayaknya bukan sial 7 hari 7 malam aja. Tapi 7 turunan sialnya nggak bakal habis – habis” Ucap Aksara meniru Derillia mengedikkan bahunya.

“siapa yang titisan sunder bolong hah ?” teriak Derillia. Melihat pancaran kilatan Amarah dari mata Derillia, tentu saja Aksara harus mengambil tindakan aman sebelum dirinya di teriaki lagi oleh Derillia. Tanpa aba – aba Aksara lansung memegang knop pintu rumah Derillia dan menutupnya dengan keras dari luar lalu ngacir menuju rumahnya yang berada di depan rumah Derillia. 

“WOY, TITISAN GENDERUWO SINI LO”  teriak Derillia yang samar samar masih dapat di dengar oleh Aksara. Dan Aksara yang mendengarnya hanya cekikin tidak jelas dari dalam rumahnya. (bersambung)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: