>

Bagian 6: “Nggak Cukup Sundra, Ternyata Sandra Juga”

Bagian 6: “Nggak Cukup Sundra, Ternyata Sandra Juga”

Ari Hardianah Harahap--

“Iya,” Jawab Arisa singkat, padat dan jelas. Sandra tidak membantah, hanya saja ia tidak tahu harus merespon seperti apa, jadi ia biarkan kehinangan mengambil alih.

“Lo mengecewakan, kenapa diantara banyaknya temen Sadap lo harus cemburu sama gue? Padahal gue sendiri….lo tau kan kalo gue..” Sandra menghebuskan nafasnya berat, ia sendiri bahkan tidak mampu menjawab alasan mengapa ia harus merasa kecewa dengan sikap Sandra padanya.

“Sadap nggak pernah cerita apapun ke gue, San. Jangan salah paham, kita nggak seterbuka itu sama lain. Kita nggak pernah menjadikan waktu yang lama untuk jadi tolak ukur rasa percaya, saat lo merasa dia bukan orang yang tepat, selamanya bakal tetap gitu, lo nggak akan pernah terbuka sama dia. Dan lo, singkatnya lo dan Sadap, yang ngebuat Sadap ngebela lo mati – matian, apa iya lo masih bisa ragu?” Akhirnya kalimat itu sampai, Sandra menganggukan kepalanya mendengar kalimat Arisa.

Sandra menghela nafasnya, matanya kosong menerawang jauh kilas balik yang telah lalu, “Bertahan sama Sadap itu sulit, dia selalu bisa ngasih segalanya untuk gue, kasing sayang, cinta, afeksi, waktu, gue selalu merasa dicintai dengan utuh tanpa merasa kurang. Tapi, semakin gue sering sama dia, semakin gue merasa hubungan kita cuma jalan satu arah, satu – satunya yang merasa dicintai itu gue. Sadap nggak pernah cerita apapun kegue, nggak pernah minta tolong apapun ke gue, dia selalu ngelakuin semuanya sendirian, dan akhirnya pertanyaan itu muncul, Sa. Gimana cara Sadap merasa dicintai sama gue, saat gue bahkan nggak pernah terlibat sedikitpun sama kehidupan dia. Gue benci saat dia runyam dengan pikirannya, bukan gue yang dia cari.”

“Sa, manusia dengan mudah jatuh cinta. Tapi untuk bertahan dengan rasa itu selamanya, nyaris tidak pernah ada.” Bisik Sandra. Arisa cukup terkejut mendengar penuturan Sandra.

“San, Masuk akal kalo kita jatuh cinta tanpa harus ada sapa, cuma bisa percaya kalo rasa itu ada di masing – masing kita?” Tanya Arisa.

“Berarti lo jatuh cinta sama ekspetasi lo sendiri, jangan kecewa kalo nanti hasilnya nggak sama dengan yang sudah lo angankan.” Jawab Sandra lugas.

“Kenapa?” Arisa mengepal tangannya kuat, gugup menunggu jawaban Sandra.

“Manusia itu butuh afeksi. Klisenya, yang sama sama bisa ngasih rasa dan sapa aja banyak gagalnya. Apalagi yang cuma bertahan lewat kata – kata aja, apa nggak merasa sia – sia? Istilahnya, bukan berarti itu nggak bisa jadi nyata. cuma, coba pikir ulang, 15% peluang lo bahagia, 85% lagi lo tahu lo bakal sakit hati kalo ternyata nggak berjalan semestinya. Dan apa nggak rugi nunggu cuma untuk sesuatu yang buat luka, Sa?” Tanya Sandra.

“Kenapa jadi gue? Itu gue nanya doang tau.” Elak Arisa.

“Bilang itu ke ponselnya yang geter – geter dari tadi, dapat chat noh dari loml, ditanya sayang kenapa?” Beritahu Sandra tertawa.

Arisa segera mengambil ponselnya wajahnya memerah malu, seketika ruangan suhu menjadi panas bagi Arisa, “Gue nggak nyangka ternyata cewe mental baja kayak lo bisa baper cuma karena kata – kata,” Sandra masih tertawa, yang dihadiahi pukulan ringan oleh Arisa.

“Nggak ya! Udah yok, cabut! Gue laper.” Ajak Arisa mengalihkan topik pembicaraan.

Sandra masih terkikik geli, ia berbisik menjahili Arisa, “apa gue teriak aja biar Sundra denger kalo lovlangnya Arisa itu dikasih gombal manis biar baper.”

“Terserah lo,” Balas Arisa menyeret Sandra untuk berjalan lebih cepat, dan kebetulan sekali 5 meter dihadapan mereka ada Sundra juga Sadap tengah berjalan bersisian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: