Bagian 5: “Realistis Membuat Meringis”

“Tapikan mereka sama – sama cinta,” Cicit Arisa dengan suara pelan.

“Yang sama – sama cinta dan bisa ketemu tiap hari aja masih ada yang mendua, Sa.” Kata Sundra, kali ini ia jatuhkan kedua netranya pada Arisa, tiba – tiba suasana sekitar mereka terasa biru. Sundra dengan mata sayup dan wajah malasnya, tampak terlihat seorang seperti seorang pujangga yang mengasihani diri tentang naasnya kisah asmaranya. Belum lagi suara lembut Sundra, malam ini entah mengapa Arisa seolah melihat Sundra yang berbeda, dan sejak kapan pula jantung Arisa berdetak dengan gilanya hanya karena ia berbaring di samping Sundra.

“Sa, manusia boleh aja bilang cinta, tapi apa lo bisa menjamin kalo rasa itu bakal menetap selamanya?” Tanya Sundra, yang dibalas dengan bungkaman oleh Arisa. “Karena itu Sa, nggak ada manusia yang layak untuk dijadikan tempat pulang.” Lanjut Sundra dengan suara yang semakin pelan.

Alisa tersenyum tipis, Sundra hanya tengah berpendapat, ia tidak memaksa Arisa untuk setuju dengan kalimat – kalimatnya. Hanya saja Alisa tidak bisa abai begitu saja, sebab ada bagian dari hatinya yang merasa sangat tercubit juga sakit, kalimat Sundra seolah menelenjanginya, menyindirinya habis – habisan tanpa ampun. Arisa kecewa tapi entah untuk apa. Sundra jangan sering – sering begini ya, karena saat Arisa ingin memvalidasikan perasaannya, kamu selalu saja membawa kendala, sebab realistisnya kamu, bertolak belakang dengan logika Arisa yang didalamnya selalu terlibat hati juga rasa. (Bersambung)

 

Sumber: