Bagian 5: “Realistis Membuat Meringis”

Bagian 5: “Realistis Membuat Meringis”

Ari Hardianah Harahap--

“Nggak apa – apa pahit, namanya juga hidup dalam kenyataan. Dibanding manis, eh taunya cuma khayalan, itumah jompang namanya!”

>>>***<<<

Sadap mendorong Arisa untuk berjalan lebih maju, hitung – hitung mengurangi perasaan bersalahnya pada Sundra, Sadap sengaja menyeret Arisa untuk ikut bersamanya. “Sana, masuk!” Suruh Sadap tergesa, sebab ia juga tak sabar untuk menemui Sandra.

“Ya sabarlah!” Kesal Arisa, ia merapatkan jaket bombernya, menghalau udara dingin untuk berhembus lebih lama, “Lagian lo ada – ada aja sih, ini rumah siapa gue kagak tau anjir! Yakali main masuk – masuk gitu aja. Dan, lo lupa kalo gue cewe?! Hah?!” lanjut Arisa menggerutu dalam satu tarikan nafas yang dibalas Sadap dengan mengangkat bahunya acuh.

“Makanya masuk, yakali gue nyuruh lo masuk ke rumah psikopat!” Suruh Sadap lagi tidak sabaran. Sebab Arisa itu terlalu banyak drama, perihal tinggal ketuk pintu dan ucap salam.

“Ya mana tahu mana tempe, lo kan punya banyak dendam sama gue!!” Tuding Arisa tidak berdasar yang membuat Sadap kesal bukan kepalang.

“Nggak usah banyak drama deh lo, ntuh juga kalo lo diapa – apain sama yang punya rumah, gue yakin yang punya rumah yang tewas. Yang ada tuh, gue harusnya khawatir sama yang punya rumah, bukan lo!”  Sadap dan Arisa terus saja berdebat, karena takut terlambat, Sadap bergegas meninggalkan Arisa.

Arisa menendang kerikil yang berserakan di depan rumah asing ini, rumahnya terasa familiar tapi tepat saja Arisa tidak ingat siapa yang tinggal di dalam sana. Arisa mengumpati Sadap mati – matian dalam hatinya, sebagai teman Sadap begitu kurang ajar meninggalkannya di tempat asing, sudahlah dompetnya ketinggalan dan lebih apesnya lagi, daya batrai ponselnya hanya tersisa 2%.

“Arisa?”

Suara seseorang dibelakangnya membuat Arisa berbalik, sejujurnya Arisa hampir menangis karena Sadap begitu tega meninggalkannya, dan saat melihat Sundra. Arisa layaknya menemukan oase di gurun tandus, matanya berair, Arisa memeluk Sundra erat, mengekspresikan dirinya betapa ia sangat bersyukur sekarang menemukan Sundra.

“Lo kenapa?” Tanya pria kelahiran Bali terebut panik, meniti keadaan Arisa dari atas ke bawah, memastikan perempuan yang berdiri di depan rumahnya ini baik – baik saja tanpa lecet sedikitpun. “Ada yang jahatin lo? Ada yang sakit?! Coba sini gue lihat, ada yang luka?!” Sundra bertanya panik, memutar tubuh Alisa ke kanan dan ke kiri.

Arisa memukul bahu Sundra kuat, “gue nggak apa – apa jadi berhenti pegang – pengang gue, mencari kesempatan dalam kesempitan ya lo?! Dasar laki – laki semuanya sama aja!”

Sundra melooto kaget, menggelangkan kepalanya dramatis tidak menyangkan Arisa akan tega menuduhnya, ingin menyangkal, namun Sundra tidak bisa untuk mengabaikan rasa panas dibahunya akibat pukulan Arisa. “Argg…sakit!” Rintih Sundra mengusap bahunya, menatap Arisa dengan mata melotot, “Lo kalo nggak anarkis kayaknya nggak bakal hidup deh!” Sindir Sundra yang dibalas putaran bola mata malas oleh Arisa.

“Ssg!” Balas Arisa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: