Bagian 5: “Realistis Membuat Meringis”

Bagian 5: “Realistis Membuat Meringis”

Ari Hardianah Harahap--

“Hah?” Bingung Sundra.

“Suka – suka gue!” Jelas Arisa, “Kudet ih, makanya jangan cupu!” Ejek Arisa.

“Dasar stress!” Balas Sundra, tidak paham dengan tingkah laku dan pola pikir Arisa yang begitu ajaib. Sedetik lalu, Sundra bahkan dapat melihat dengan jelas piasnya wajah perempuan itu berdiri di depan rumahnya seorang diri, raut panik, bercampur takut menyatu dengan apik di wajahnya. Dan dalam beberapa detik, Arisa kembali menjadi Arisa biasanya yang ia temui, lalu apa guna kekhawatiran Sundra tadi, bahkan perempuan ini lebih dari cukup untuk menjaga dirinya sendiri.

“Jadi, lo ngapain disini?” Tanya Sundra, membuka pagar rumahnya. Ia sehabis membeli beberapa mie instan dari warung komplek sebelah yang cukup dekat dari rumahnya.

“Nggak tau,” Jawab Arisa, ia mengikuti langkah Sundra, “Gue diseret Sadap terus ditinggal gitu aja. Sialan bener tuh anak satu!” Lanjut Arisa, tak lupa untuk misuh tentang Sadap dan sifatnya yang begitu kurang ajar.

Sundra mengangguk, “jadi Sadap sama Sandra udah baikan?” tanya Sundra iseng, membuka topik obrolan baru diantara mereka, kini kedunya duduk di gazebo dengan beberapa camilan dan minuman soda yang Sundra persiapkan dari tadi namun belum sempat terjamah oleh siapapun.

“Nggak tau, mungkin udah, soalnya dia buru – buru juga tadi mau ketemu si Sandra.” Jawab Arisa, ia menerima minuman kaleng soda yang dibukakan Sadap untuknya, meneguk dengan nikmat, mengingat sedari tadi ia berbicara tanpa meminum air sedikitpun, membuat tenggorakannya terasa kering, “Kok lo bisa tau?” Tanya Arisa bingung, ia pikir Sadap hanya akan bercerita padanya, karena sifat Sadap yang begitu dingin, dan juga tidak banyak teman dekat yang Sadap miliki.

“Si Sadap emang kebanyakan drama aja, masih sama sama pengen juga, kenapa juga pake acara tengkar – tengakar kayak bocil baru puber aja” Komentar Sadap, ia membaringkan dirinya di gazebo, sedang Arisa masih duduk, cukup terkejut jika ternyata Sadap sering bercerita pada Sundra.

“Dia cerita?” Tanya Arisa, Sundra menangguk menunjuk playlist galau di ponselnya, “lo liat, biasanya Sadap nggak suka musik, tapi tadi pas maghrib dia datang terus ngedengerin ntuh musik sampe muak sendiri.” Jelas Sundra yang dibalas anggukan oleh Arisa.

“Gue pikir Sadap cuma gue yang tahu,” Ucap Arisa, “Soalnya ntuh anak kalo ada masalah, datang terus diam aja kayak patung, kadang gue greget padahal dia yang butuh solusi gue yang stress lebih dulu buat nebak apa masalahnya.” Ucap Arisa lagi.

Sundra mengangguk menyetujui kalimat Arisa, “Eh ini rumah lo?” Tanya Arisa yang baru sadar. Sundra terkekeh, “Bisa – bisanya lo baru sadar.” Komentar Sundra.

Arisa mengamati wajah Sunda dengan mata terpejamnya, sebuah ulas senyum kecil terpatri di wajah Arisa, dan detak jantung yang meningkat pelan – pelan seiring waktu, “Gue kasihan sama Sandra kadang – kadang, Sadap tega nggak sih ngebiarin Sandra nebak – nebak apa yang Sadap rasain, padahal Sandra itu ceweknya, istilahnya tu ya mereka kan bareng...hmm gimana ya ngejelasinnya, lo paham kan maksud gue?” Tanya Arisa yang dibalas anggukan oleh Sundra.

“Nggak ada yang salah diantara mereka, Sa. Emang dua – duanya yang kurang pengertian. Sandra harunsya pelan – pelan coba buat ngerti, kalo Sundra nggak terbiasa untuk terbuka tentang pikiran dan perasaan. Dan Sadap harus coba inisiatif lebih banyak, coba buat cerita kecil – kecil, supaya Sandra nggak merasa bahwa satu – satunya yang diberatkan sama perasaan mereka itu si Sadap doang.”

“Lagian si Sadap kebanyakan drama, masa cerita gitu doang nggak bisa, sesederhana lo capek sama mata kuliah hari ini, dia kan bisa ngeluh ke Sandra. Istilahnya tu ya, Sandra udah berusaha jadi rumah yang baik buat Sadap, senyaman dan sehangatnya rumah, kenapa juga Sadap enggak mau pulang?” Arisa masih saja tidak terima.

Sundra menarik Arisa agar berbaring di sebelahnya, kedunya kini menatap satu sama lain dengan posisi yang saling berhadapan, “Langkah Sadap tuh udah bener, Sa. Lo nggak bisa menjadikan manusia tempat pulang, kalo lo nggak mau menemukan kecewa yang mendalam.” Ujar Sundra tersenyum kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: