Bagian 2: “Jangan Lama – Lama”

Bagian 2: “Jangan Lama – Lama”

Ari Hardianah Harahap--

Sundra tidak jatuh cinta tanpa alasan pada Arisa. Hanya pada Arisa, Sundra tidak perlu menjadi si sosok primadona yang sempurna dari ujung rambut hingga kaki, ia bisa menjadi dirinya yang biasanya, menjadi manusia paling nyaman dengan hidupnya. Bukan berarti Sundra merasa tertekan dengan banyaknya ekspetasi orang padanya, jujur, jika bisa, Sundra menikmati eksistensi dan atensi yang orang – orang berikan padanya, menjadi popular dan disukai banyak orang itu sebuah privilege yang tak dapat Sundra sia – siakan. Hanya saja, ia juga manusia, lelahnya juga sama halnya dengan mereka, kadang – kadang ia butuh hal lain yang melepasnya dari jenuh, dan satu -satunya yang ia temukan hanya Arisa. Sebab, tawa dan canda perempuan belahan jiwa itu selalu sama candunya. Tidak apa – apa untuk mencintai sendirian, nyatanya hakikat mencintai itu tidak semata untuk memiliki, cukup Arisa bahagia, maka Sundra sudah terisi seutuhnya dunianya.

“Arisa,” Panggil Sundra di tengah bisingnya kendaraan jalanan saat mereka berhenti di lampu merah.

“Apa?!” Tanya Arisa dengan volume suara yang dikeraskan, melawan berbagai suara lain yang menetupi suaranya, entah itu kenalpot motor yang begitu berisik, atau dari suara genjrengan gitar yang dipetik sembarangan dari pengamen yang bernyanyi tak juah dari mereka.

“Jojga harus insecure karena ada lo!” Ucap Sundra tersenyum lebar, bersitatap dengan Arisa yang bingung lewat kaca spion.

“Kenapa?” Tanya Arisa. Arisa tidak tahu mengapa detak jantungnya tiba – tiba bertalu, Arisa seolah punya firasat bahwa lelaki yang memboncengnya kini akan mengeluarkan gombal murah yang seringkali ia layangkan pada Arisa dimanpun dan kapanpun itu, dikelas, sekre bahkan di saat rapat penting sekalipun.

“Jojga kalah indah cuma karena suara tawa lo.” Jawab Sundra sambil tertawa.

“Sialan!” Balas Arisa menepuk punggung Sundra keras, turut tertawa dan memalingkan wajahnya dari kaca spion agar Sundra tak lagi menatapnya. 

Diam – diam, ada kuluman senyum yang Arisa tahan mati – matian untuk tidak merekah lebar, ada detak jantung menggila yang harus ia kontrol, dan semburat merah yang merangkak memenuhi wajahnya, Arisa kelimpungan tidak tau harus bersembunyi dimana. Rasa geli, senang, membuncah ruah dalam dirinya.

“Jangan baper! Jangan baper! Jangan baper!” Batin Arisan menekan seluruh perasaan yang tiba – tiba memblundak dalam dirinya, tumpah ruah memenuhi seluruh rongga hatinya.

Entah Arisa itu gengsi atau malu pada perasaanya, hanya tuhan yang tahu. Denial pada rasa yang telah ada dan jelas tumbuh dalam dirinya. Katanya tidak suka, tapi dengan gombalan murah ala Sundra saja, Arisa bisa lupa dunia dan sekitarnya, terjebak dalam eufhoria bahagia yang tercipta diantara mereka.

Jangan lama – lama ya Arisa untuk jatuh cintanya, sebab Sundra juga tidak bisa menunggu selamanya. (bersabung)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: