“Taste from Heart”
Ari Hardianah Harahap--
Pre-Lude: “Semoga Menjadi Hal Yang Sempurna”
“Jaga diri baik – baik, sampe kita bisa buat konten, hidup elit tapi duit sulit”
-Riana, Pejuang Cuan 2022
>>>***<<<
Tarik, hembuskan, tarik, Hembuskan.
Riana tidak tahu jika kehidupannya akan begitu sial bahkan saat ia sudah menghabiskan setengah hidupnya dengan berkutat dengan kertas – kertas dan data – data perkantoran yang tak pernah usai, untuk segala usahanya yang sudah menjauhi kesialan, mengapa tuhan begitu senang mengujinya dengan terus memberi kesialan beruntun dalam hidupnya, hampir setiap waktunya.
“Ayo lebih semangat Riana, setidaknya kalo lo nggak nemu CEO muda kaya raya buat nikah, lo bisa jadi wanita muda yang hidup mewah,” Riana mengibaskan rambutnya ke belakang secara dramatis, menatap pantulan dirinya dengan tajam di tengah lengangnya toilet kantornya, untung saja toilet kantornya sedikit elit walau bau besing tetap masih menusuk indra penciumannya. Lima menit lagi jam istirahat kantornya habis, setelah re-touch make up membahana ala dirinya, Riana siap untuk kembali menerjang segala badai, entah badai apapun itu yang menunggunya.
“HIYAKK SEMANGAT RIANA!!” Kali ini teriakan Riana menggelegar keras di dalam toilet, jemarinya menggenggam kenop pintu dengan kuat, bahkan saking kuatnya Riana hingga memorosotkan dirinya bersandar pada pintu toilet. Oh, ya Tuhan, Mengapa cobaan Riana harus sesusah ini. Riana lebih rela untuk makan Pare selama sebulan di kosnya, tidak lagi mencuri Mangga tetangganya, milik Pak Slamet, walau saat setiap pulang kerja, mangga itu lebih menggoda dari pria paling sexy di kantornya.
Riana juga bersumpah untuk memaafkan Budi, teman kurang ajarnya, yang kalo sudah meminjam uang, tak pernah tau yang namanya mengembalikan. Atau Riana akan menyumbangkan segala merch dan album milik Oppa – Oppa tampan nan rupawannya, asal saat ia membuka pintu toilet ini, badai yang Riana tunggu tidak pernah menghampirinya, berharap bahwa saat ini adalah mimpi, dan saat Riana bangun, semuanya akan kembali seperti biasanya, dia dan segala keluhan hidupnya.
“Ini pesulap merah nggak mau muncul apa, suruh memutar balikkan waktu, biar gue sempat resign terus pindah kota kek, apa negera kek!” Misuh Riana, kepalang kesal, kenyataan akan tetap jadi kenyataap, berkali – kali Riana harap hal itu akan menjadi khayalan, maka itu adalah hal paling konyol bagi Riana di tengah hidupnya yang 99% terasa sangat rasional dan realistis.
Dengan secuil semangat, Riana membuka pintu toilet, membuat rambut panjangnya menutupi hampir sebagian wajahnya, berjalan mengendap berusaha meradam suara dari heels yang tengah ia pakai kini, menuju meja paling ujung, tempat biasanya ia bekerja dan berkutat dengan segala laporan dan timbunan kertas, surganya juga nerakanya.
“Please! Please jangan ada dia! Pleaese!” Seolah seperti mantra, Riana terus melafalkan kalimat tersebut berulang – ulang, matanya berkali – kali was – was, terpejam dan terbuka dalam waktu sepersekian detik, dan sepertinya masa keberuntungan Riana dalam beberapa tahun terkahir sudah hangus, Riana tahu sialnya akan dimulai sejak ia melihat sepatu hitam pantofel yang tepat berhenti di hadapannya, juga parfum dengan wangi citrus yang selaras dengan jas klimis ala bos – bos mudah di kantornya. Riana tahu, malapetakanya tiba.
“Hai Medusa!”
Salam lama yang tak begitu hangat, kenalkan Reno Aditama, Lucifer yang merangkap sebagai Manager baru Riana, definisi bencana sesungguhnya bagi seorang Riana Adevara. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: