'Nah Kan…'
Ardiansyah--
Dia katakan, di keluarganya masih ada yang membutuhkan pekerjaan.
“Tapi saya kumpulkan mereka. Saya katakan jangan ada di antara kalian meminta pekerjaan atau apapun ke saya. Ya sudah selesai. Jadi kita selesaikan dengan keluarga kita. Jangan sampai mengganggu kinerja kita. Apalagi menyuburkan KKN. Tidak boleh. Itu mengganggu institusi kita,” ujar Aom.
Keren kan.
Saya tidak tahu kenapa program itu tetap ditayangkan saat Aom ditangkap KPK. Bisa jadi itu sudah program yang terjadwal. Atau bisa jadi wawancara itu disiarkan berulang-ulang setiap harinya.
Kembali ke “Nah kan”, jadi sangat beralasan pada hari pertama penangkapan itu, saya masih menganggap kalimat “Nah kan” itu berlebihan.
Namun saat KPK membeberkan barang bukti berupa uang tunai, deposito dan emas batangan, kadar berlebihan itu jauh menurun. Ternyata, ini soal uang besar. Bukan uang receh.
Apalagi saat KPK menjelaskan keterlibatan aktif Bang Aom. Saya mulai yakin memang Aom terlibat jauh dalam skandal suap itu.
Ternyata, Aom lah yang menjadi pengendali dari skandal itu. Mirip mirip Sambo gitu.
WA yang masuk ke HP saya kian banyak saja. Bahkan, bikin saya kaget lagi, jumlah uang suap untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Unila melalui jalur mandiri itu, besarannya ada mencapai Rp 1 miliar.
“Masa sih sebesar itu,” ujar saya.
“Iya bang. Saya dengar langsung 1 M itu,” tegasnya.
Menyimak apa yang diungkapkan KPK, uang suap itu antara Rp 100 juta sampai Rp 350 juta per orang.
Itu di luar uang SPI (Sumbangan Partisipasi Infratruktur) yang jumlahnya minimal Rp 250 juta. Uang itu disetorkan ke rekening resmi Unila sebagai penerimaan bukan pajak.
Saat ini baru 1 orang yang diamankan oleh KPK selaku penyuap. Yakni, Andi Desfiandi. Saya mengenal baik sosok itu.
Sama-sama di DPD Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Provinsi Lampung. Di Apindo dia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan. Dan, saya menjabat ketuanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: