Dari Rumor Gelap Kondisi Rumah Tangga Hingga Rumor Lain. Jerry : Begitu Mahal Pengakuan Sambo

Dari Rumor Gelap Kondisi Rumah Tangga Hingga Rumor Lain. Jerry : Begitu Mahal Pengakuan Sambo

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Jumat 8 Juli 2022, sekitar pukul 20:30 beberapa orang Anggota Polri Baret biru, datang bersamaan dengan Mobil Bak terbuka dan Ambulance.

Kemudian terlihat Kantong Jenazah berwarna biru dibawa ke dalam ruang bedah Mayat. Jenazah tersebut adalah Brigadir J Yosua yang tewas akibat luka tembakan dan beberapa luka-luka yang diduga akibat penyiksaan.

Masih menjadi pertanyaan, bagaimana Jenazah Brigadir J dikeluarkan dari Rumah Ferdy Sambo? Dan bagaimana Jenazah dibawa ke RS Polri?

Karena jika mengikuti SOP, Ambulance yang masuk ke Perumahan Duren Tiga seharusnya menyalakan Sirine Ambulance. 

Sementara tidak ada warga yang mengetahui kapan dan bagaimana kendaraan yang masuk kemudian keluar membawa jenazah Brigadir J. 

Masih menjadi pertanyaan juga, bagaimana Tim Inafis dan Ahli Forensik melakukan pemeriksaan. Karena jika benar mereka datang, seharusnya kondisi dan situasi adalah seperti Tim Inafis dan Ahli Forensik yang datang 3 hari setelah tewasnya Brigadir Yosua dan banyak warga yang melihat aktivitas mereka

Namun sekali lagi, saat kejadian 8 Juli 2022 warga tidak melihat aktivitas tersebut. Ini yang seharusnya pula dikejar penyidik Bareskrim Polri, termasuk Komnas HAM yang hingga hari ini Rabu 3 Juli 2022 kerepotan dengan minimnya barang bukti.  

Dari rekaman CCTV di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo, ponsel sampai kronologi bagaimana jenazah Brigadir J itu bisa sampai di rumah sakit.

Pengamat sekaligus Pemerhati Kebijakan Publik Jerry Massie mengatakan tidak pernah dijelaskan dalam press rilis atau keterangan dari Polri dan Komnas HAM, bagaimana jenazah itu bisa tiba di rumah sakit.

Menariknya lagi ada upaya Komnas HAM tidak secara utuh menyampaikan data dan temuan yang ada. Padahal sudah dua kali Presiden Jokowi minta kasus ini diungkap sesuai data dan fakta.

“Ketua Komnas HAM sendiri mengakui adanya tingkat kesulitan dalam membongkar kasus kematian Brigadir J. Alat bukti berupa CCTV di rumah Sambo kabarnya rusak, decoder dicopot. Lalu siapa yang mencopot barang bukti itu. Ini belum juga terungkap,” paparnya kepada Disway.id, Rabu 3 Agustus 2022.

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) ini menambahkan, Menkopolhukam Mahfud MD juga dua kali memberikan penegasan pada kasus kematian Brigadir J.  

“Pak Mahfud MD belum mau masuk pada substansi penyelidikan dari perkara yang sudah memasuki hari ke-24 ini. Feeling saya, poin-poin penting dari alur kasus ini sudah dikantonginya. Maka kita tunggu beliau bergerak, mudah-mudahan beres,” jelas Jerry. 

Masih dalam konteks pengungkapan kasus ini, Jerry Massie menyarankan kepada Irjen Pol Ferdy Sambo untuk berani tampil di depan publik. Memberikan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi di rumah dinasnya. 

“Saya rasa ini baik jika Pak Sambo keluar. Menyampaikan apa sebenaranya yang terjadi. Katakan saja, benar jika benar. Salah jika salah, termasuk rumor-rumor gelap yang berseliweran,” jelas Jerry Massie.

Dalam kasus ini, semua mendukung Polri menyelesaikan kasus polisi tembak polisi yang menyeret nama Sambo hingga dinonaktifkannya perwira tinggi dan menengah. 

Rumor Gelap

Kabar atau rumor gelap yang bisa disampaikan Irjen Pol Ferdy Sambo tidak hanya berkutat pada koronologi kematian Brigadir J. 

 

Pria yang kini dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kadiv Propam itu bisa meluruskan rumor gelap tentang kondisi rumah tangganya.  

Kabar sumir yang masuk, Sambo sudah tidak akur dengan istrinya Putri Candrawathi, bahkan sering pisah rumah.

Puncaknya terjadi pada 8 Juli 2022. Kejadian bermula saat Putri Candrawathi pulang dari Taruna Nusantara Magelang selepas menjenguk anak mereka yang masuk pendidikan di sana.

Sebelumnya Brigadir J atau Brigadir Yosua masih sempat berkomunikasi dengan Keluarganya melalui Whatsapp Group.

Kemudian sekitar pukul 10:00 WIB, Brigadir J meminta izin kepada Keluarganya di Whatsapp Group untuk meninggalkan percakapan saat itu. Dikarenakan Brigadir Yoasua akan mengawal Pimpinannya dari Magelang menuju Jakarta.

Brigadir Yosua juga menjelaskan bahwa perjalanannya akan memakan waktu sekitar 7 Jam perjalanan untuk sampai Jakarta.

Suasana dalam perjalan balik menuju Jakarta sudah tidak nyaman. Setelah sampai Duren Tiga, Rasa cemburu Sambo semakin memuncak.

Singkat cerita terjadilah peristiwa yang menewaskan Brigadir J dengan cara yang tidak wajar. Alibi yang disampaikan Polri melalui konferensi pers yang disampaikan Kombes Budhi Herdi Susianto yang saat itu duduk sebagai Kapolres Jakarta Selatan bahwa Brigadir J tewas ditembak Bharada E. 

Ini setelah Putri Chandrawati berteriak. Mengapa berteriak, Polisi beralasan istri Ferdy Sambo itu mengalami pelecehan yang dilakukan Brigadir J.

Menurut versi Kapolres Jakarta Selatan, Bharada Eliezer mendengar suara jeritan Putri Candrawathi. Kemudian Bharada Eliezer bertanya kepada Brigadir Yosua, namun dibalas tembakan dan terjadilah baku tembak.

Namun semua alibi yang disampaikan Kombes Budhi Herdi Susianto membuatnya dinonaktifkan. Apa kesalahannya? Apakah ada rekayasa kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua?

“Rumor-rumor seperti ini akan terus tumbuh subur jika tidak diredam. Silahkan Sambo untuk membukanya, menyampaikannya dan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi. Begitu mahalnya pengakuan Sambo, dalam peristiwa polisi tembak polisi itu” pungkas Jerry Massie.

Noda di Pakaian Brigadir J

Keluarga besar Brigadir J mempertanyakan pakaian yang dikenakan Brigadir J saat peristiwa penembakan terjadi pada Jumat 8 Juli 2022 lalu. 

“Kami menanyakan beberapa bagian dari baju termasuk ponsel Brigadir J yang sampai hari ini belum juga dikembalikan,” ungkap Kamaruddin Simanjuntak kuasa hukum keluarga Brigadir J, Selasa 2 Agustus 2022. 

Kamaruddin menduga pakaian-pakaian sampai celana diamankan untuk tujuan tertentu, sampai ada upaya penghilangan barang bukti.

“Di mana sekarang pakaian, celana sampai ponsel Brigadir J. Kami menduga itu disembunyikan untuk menghilangkan barang bukti,” imbuhnya. 

Dari pakaian itu akan terlihat bekas tembakan, bekas lubang peluru sampai noda darah yang membekas dipakaian. Bukti ini bisa menjadi petunjuk cerita dari kebenarana insiden polisi tembak polisi yang pernah disampaikan pihak Polri.

“Ada upaya menghilangkan barang bukti, kalau ini benar, orang itu bisa menjadi saksi, apa tunjuannya,” terang Kamaruddin seraya menanyakan pula sepatu yang dipakai Brigadir J yang hingga kini belum dikembalikan.

Terpisah, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo meminta dukungan seluruh lapisan masyarakat ikut mengawasi proses pengungkapan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Saat ini, tim khusus dan internal Polri masih terus bekerja untuk mengungkap kebenaran dalam kasus tersebut. Termasuk tim eksternal dari Kompolnas, dan Komnas HAM sesuai tugas dan tanggung jawab ikut mengawal proses pengungkapan kasus.

Berinisial D

Martin Lukas Simanjuntak salah satu tim kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir J mendorong Bareskrim Polri termasuk Kompolnas memeriksa pria berinisial D.

Pria berinisial D ini yang diduga melakukan pengancaman terhadap Brigadir J. Ini berkaitan dengan statement 'Naik ke atas akan dihabisi' yang beredar belakangan.

“Terus terang saja, ini pria yang memberikan ancaman, inisialnya D,” ujar Martin Lukas Simanjuntak.

Dari penjelasan pria berinisial D ini, penyidik dapat menelusuri tujuan dari dugaan ancaman yang disampaikan sebelum Brigadir J dibunuh.

Martin Lukas Simanjuntak juga menegaskan bahwa, selama ini pihak pengacara memberikan penjelasan terhadap kematian Brigadir J berdasarkan kondisi sebenarnya yang terjadi.

Tidak ada unsur mengada-ada, apalagi membuat statement yang tidak mendasar. Ini dibuktikan dengan berkas yang berisi data dan foto yang telah diserahkan ke Bareskrim Polri.

“Di awal-awal Kompolnas terkesan menuding kami (pihak pengacara) memberikan pernyataan yang tidak mendasar. Saya jawab itu salah. Semua yang kami sampaikan memiliki data dan bukti," jelasnya.

Martin juga mendesak adanya tersangka dalam kasus ini. Langkah penetapan tersangka merujuk dari bukti material dan pengakuan Bharada E yang sempat disampaikan Polri dalam jumpa pers beberapa waktu lalu. 

“Ini kan lucu, korbannya ada, TKP-nya jelas, tapi anehnya tersangka sampai hari ini belum juga ditetapkan. Ini ada apa," timpalnya di hadapan Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol (Purn) Benny Josua Mamoto yang juga menjadi pembicara dalam dialog tersebut.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI segera memeriksa ajudan atau aide de camp (ADC) Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo yang sebelumnya berhalangan hadir untuk memberikan keterangan terkait kematian Brigadir J.

“Berikutnya penambahan keterangan dari ajudan yang kemarin belum datang karena ada di luar kota,” kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam.

Enam ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo termasuk Bharada E sebelumnya telah diperiksa Komnas HAM pada Selasa 26 Juli 2022. Namun, satu orang ajudan pada hari tersebut tidak memenuhi pemeriksaan oleh lembaga HAM tersebut.

Tidak hanya ajudan, Komnas HAM juga akan memeriksa orang-orang yang berada di sekitar lingkup Irjen Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi untuk mengumpulkan sejumlah informasi atau keterangan yang dibutuhkan.

Setelah memeriksa ajudan dan orang-orang yang terkait dengan Irjen Pol Ferdy Sambo termasuk Putri Candrawathi, Komnas HAM mengagendakan pemeriksaan uji balistik dan hal lainnya yang dapat mendukung proses penyelidikan kematian Brigadir J.

Selain itu, Komnas HAM juga masih akan mengumpulkan data-data siber dan digital forensik. Dari sini kedekatan Brigadir J, Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Chandrawati dan Bharada E bisa mengungkap tabir misteri yang ada. Yang pasti, mahalnya pengakuan Sambo menambah panjang 'drama' kematian Brigadir J. (disway)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: