Ke Malaysia, Naik Sepeda Lipat Nonton MotoGP di Sirkuit Sepang

Ke Malaysia, Naik Sepeda Lipat Nonton MotoGP di Sirkuit Sepang

 Sebenarnya, saya berniat ikut antre untuk dapat tanda tangan pembalap. Maunya pada helm yang saya pakai. Karena datang kurang pagi, antrean sudah terlalu panjang. Tanda tangan Dani Pedrosa (Repsol Honda, pemenang lomba Minggu sorenya) tidak bisa didapat. Beberapa pembalap lain juga lewat.

 Saya baru dapat ketika sesi Valentino Rossi. Itu pun sebenarnya hampir tidak dapat. Saya berdiri di antara penonton yang membawa helm motor Rossi. Pembalap berjuluk \"The Doctor\" itu memberikan tanda tangan kepada penonton di kanan dan kiri saya. Lho, saya dicuekin.

 Strategi terakhir, sebelum Rossi beranjak pergi, saya pun teriak: \"Rossi! Rossi! I\"m from Indonesia! Rossi!\"

 Ternyata mujarab! Rossi berbalik arah ke saya dan membubuhkan tanda tangan di helm saya. Plong! Kaki gemetar seperti saat kali pertama belajar menanjak naik sepeda. Saya bersyukur Alhamdulillah, semoga memberi pencerahan untuk tetap rajin bersepeda.

 Berhasil mendapatkan \"pinjaman\" ID card untuk masuk kawasan paddock, saya jalan-jalan beberapa lama. Pukul 14.00, saya pun berniat meninggalkan Sepang.

 Ketika menuntun sepeda, ada beberapa penonton Indonesia yang bertanya kenapa saya tidak ikut bersepeda mendaki Genting Highland. Saya jawab saja dengan kelakar: \"Kalau mereka ke Genting naik sepeda, saya ke genting naik tangga. Sekalian cek genting yang bocor\"\"

 Kembali menuju KLIA, saya mencetak rekor top speed 35 km/jam. Prestasi itu saya capai ketika menuruni jalan dari Sepang yang curam menuju jalan besar. Dan perjalanan terasa lebih mudah, karena kali ini angin mendorong dari belakang.

 Sebelum ke KLIA, saya ingin mampir ke Hotel Pan Pacific. Di hotel itulah para pembalap menginap. Banyak teman maniak balap yang rela begadang di lobinya untuk memburu tanda tangan pembalap.

 Sayang, kiprah saya bersepeda juga berakhir di hotel itu. Saya mengalami gejala kram. Ternyata, kaki dan lutut saya belum kategori endurance. Ditambah lagi, ketika akan melewati lobi hotel, penutup saluran air dari besi memecahkan ban belakang.

 Evakuasi pun saya lakukan: Menelepon taksi untuk membawa saya dan Brompton kesayangan kembali ke Kuala Lumpur. Saya menyesal, kenapa tidak mengganti ban baru sebelum berangkat\"

 Sesampai di kamar hotel, saya bergegas menyelamatkan helm. Saya memasukkan sepeda ke dalam koper. Daripada sedih melihat sepeda itu teronggok di pojok kamar, lebih baik segera di-packing.

 Malam Minggu itu, saya batal menjinakkan Kuala Lumpur naik sepeda.

 Tak apa, sepeda itu sudah menjadi teman setia saya. Ke mana-mana posisinya setara dengan saya. Naik pesawat bersama. Naik taksi bersama. Naik kereta bersama. Menginap di hotel bersama. Ke sirkuit bersama. Bahkan, ke toilet pun bersama.

 Ketika memasukkan sepeda ke dalam koper, saya mencoba tersenyum. Saya ucapkan \"Terima kasih\" saat menutup koper\" (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: