Dimensi Sosial Puasa Yang Terabaikan
“Sebaik-baik shadaqah adalah di bulan Ramadan” (H.R. Tirmizi).
“Barang siapa memberikan makan bagi orang yang berpuasa, maka pahalanya semisal orang yang berpuasa tersebut...” (H.R. Tirmizi).
Salah satu kesempurnaan puasa Ramadan adalah dengan menunaikan zakat fitrah, dan sebagainya.
Berkaitan dengan larangan misalnya:
“Siapa yang tidak (mampu) menginggalkan perkataan dan perbuatan kotor, maka Allah tidak butuh dia untuk meninggalkan makan dan minumnya (puasanya)” (HR. Bukhari, Tirmizi, An-Nasai dan Ibnu Majah).
“Janganlah kamu melakukan rafats dan khashb pada saat berpuasa. Bila orang mencacinya atau memeranginya, maka hendaklah dia berkata “aku sedang puasa (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang berpuasa dilarang bergurau yang berlebihan, berdusta, mengumpat orang lain, mengadu domba, mencaci maki, dan menghina dan prilaku atau ucapan lain yang bisa merusak hubungan dan tatanan sosial dan sebagainya.
Anjuran-anjuran dan larangan seperti di atas ini dan lainnya yang tidak mungkin ditulis di sini secara rinci semuanya berdimensi sosial.
Firman Allah mengingatkan kita akan defenisi seorang yang bertaqwa yang artinya sebagai berikut :
\"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan (1) memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; (2) dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan (3) menunaikan zakat; (4) dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan (5) orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.\" (Q 2:177)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: