Kerjasama Militer Indonesia dan Australia Distop

Kerjasama Militer Indonesia dan Australia Distop

                Di bagian yang sama, Dubes RI untuk Australia Najib Riphat Kesuma menyatakan pihaknya telah melaporkan berbagai hal terkait kondisi umum hubungan Indonesia-Australia di tempatnya bertugas, Canberra. Sesuai arahan Presiden SBY, pihaknya akan menunggu respon pemerintah Australia terkait aksi penyadapan tersebut. Karena itu, Najib juga belum bisa memastikan apakah dirinya akan kembali ditugaskan di Canberra.

                \"Saya belum tahu. Ini kan tergangung kepada bagaimana respon dari pemerintah Australia. Kita mesti mengakses semuanya dan kita mengharapkan yang terbaik, yang dapat kita peroleh dari kepulangan saya ataupun pemanggilan saya ke Indonesia,\" ujarnya.

                Sementara itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman menyatakan pihaknya telah bertemu dengan pihak intelijen Australia. Pertemuan tersebut membahas aksi penyadapan Australia. Pertemuan tersebut membuahkan hasil positif dimana pihak intelijen Australia berjanji untuk tidak mengulangi lagi tindakan penyadapan tersebut.

 

       \"BIN sudah berkomunikasi langsung dengan intelijen Australia dan dalam komunikasi kami mereka menyatakan bahwa sekarang dan ke depan itu yang penting tidak ada lagi. Itu bahasa mereka yah, mereka meyakinkan tidak ada lagi penyadapan,\" kata Marciano di Kompleks Istana  Kepresidenan, kemarin.

                Marciano menguraikan penyadapan yang dilakukan intelijen Australia itu terjadi dari tahun 2007 hingga tahun 2009. Terkait hal tersebut, pihaknya telah melayangkan protes keras dan meminta komitmen pihak intelijen Australia untuk tidak mengulangi hal itu. Dia melanjutkan pihak Australia memang tidak mengakui dengan gamblang adanya penyadapan itu. Namun, intelijen Indonesia telah mendapat informasi adanya pelanggaran dengan melakukan penyadapan tersebut.

       \"Penyadapan ini kan memang yang terbuka. Yang terbuka adalah 2007 dan 2009. Saya rasa pihak manapun tentunya, dia tidak akan mendeclare itu sudah dikerjakan tetapi dari beberapa informasi yang kita terima, bahwa ada data-data yang memang terjadi pelanggaraan pada kurun waktu itu,\" lanjut Marciano.

                Karena itu, berkaca pada kasus penyadapan tersebut, Marciano menekankan agar para pejabat negara lebih berhati-hati dalam penggunaan sistem saluran komunikasi. Dia juga mengingatkan para pejabat negara untuk membatasi pembicaraan penting melalui saluran telepon yang berpotensi disadap.

                \"Kita harus berpikir kemana pun, apapun kita selalu disadap, oleh karena nya pembatasan materi pembicaraan itu menjadi hal yang penting di dalam saluran-saluran terbuka seperti itu. Kita harus selalu beranggapan kita ada yang sadap, sehingga kita batasi pembicaraan dari saluran telepon terbuka,\" urai Marciano.

                Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqqie menilai, harus ada langkah kongkrit pemerintah RI terhadap Australia. Salah satunya, pemerintah harus melakukan uji teknologi terhadap semua peralatan teknis yang dimiliki kedutaan Australia di Indonesia. \"Jadi, kedutaan Australia itu diaudit. Apa benar ada alat penyadapan, sampai kemana.\" ujar Jimly di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (20/11).

                Jimly menilai, di era saat ini, semua orang bisa menjadi korban teknologi. Siapapun bisa disadap. Karena itu, langkah mengaudit kedutaan Australia merupakan langkah kongkrit, yang bisa langsung dilakukan pemerintah RI. \"Bisa pakai BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, red), bisa pakai Kominfo. Yang penting pemerintah Australia dan AS mempunyai itikad baik,\" tandasnya.

                Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifudin menyatakan mendukung langkah pemerintah RI melalui Presiden SBY. Menurut Lukman, sudah sepantasnya Australia memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban terkait kasus penyadapan terhadap sejumlah petinggi negara.

                \"Tindakan penyadapan seperti itu di era berakhirnya perang dingin dan apalagi terhadap negara tetangga bersahabat adalah tindakan tak beretika dan tak bermoral,\" ujar Lukman. Dia menyatakan, penghentian sementara semua kerjasama yang sedang berlangsung saat ini merupakan tindakan tegas dan bermartabat dari Pemerintah RI yang berdaulat.

       Sementara itu, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tantowi Yahya mengungkapkan kekesalannya terkait pernyataan dari Perdana Menteri Australia, Tony Abbot yang menolak meminta maaf kepada pemerintah Indonesia. Dia mengatakan bahwa pernyataan Tony telah mencederai kepercayaan pemerintah Indonesia terhadap Negeri Kanguru tersebut.

                Selain itu, pernyataan Tony yang menyatakan bahwa penyadapan tersebut dilakukan untuk membantu bangsa Indonesia, dianggap politisi Partai Golkar tersebut tidak masuk akal dan dibuat-buat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: