Pagi Latihan Tinju, Sore Tukang Parkir

Pagi Latihan Tinju, Sore Tukang Parkir

 Lain halnya dengan Manajer Sasando BC Tangerang Wempy Hanukh. Dia menyebutkan, rekan atau saudara yang datang ke sasananya pada awalnya hanya bonek alias bondo nekat ke Jakarta. Dengan hanya bermodal ijazah SD dan tanpa keahlian tertentu, mereka berani mengadu nasib ke Jakarta.

 Wempy yang berasal dari Kupang, NTT, itu akhirnya mengarahkan pemuda-pemuda dari NTT yang mendatanginya untuk menjadi petinju. Sebab, ada kekhawatiran kalau tak diarahkan ke sisi positif, mereka malah tanpa arah dan jadi berandalan di jalanan. \"Kami modali mereka tinju. Latihan tiap pagi-sore. Tanpa saya tarik bayaran ketika latihan. Makan pun seadanya. Di belakang sasana kami menanam singkong dan pepaya. Tinggal pun di sasana ini. Kalau sudah bisa ngontrak, silakan,\" tutur Wempy.

 Mayoritas petinju di sasananya, selain berlatih, punya aktivitas positif. Ada yang menjaga toko handphone, menjadi sopir angkot atau juru parkir, hingga menyediakan jasa keamanan pribadi. \"Yang penting, mereka nggak mencuri dan masuk penjara. Itu slogan saya,\" tegas Wempy.

 Sementara itu, mantan petinju amatir La Paene Masara membenarkan bahwa dunia tinju sekarang punya stigma \"buangan\" tinju amatir. Mereka yang sudah mentok di amatir akan pindah ke profesional.

 Melihat latar belakang petinju pro yang ada sekarang, tak bisa dimungkiri mereka tak matang di amatir. Padahal, untuk mengasah teknik tinju, amatir adalah tempat terbaik. Baru setelah menguasai amatir, mereka terjun ke pro.

 \"Jalur yang ditempuh memang seharusnya seperti itu. Matang di amatir, baru ke pro. Lha sekarang, belum punya pengalaman nekat ke pro gara-gara uang yang tak seberapa. Sikap terburu-buru ini malah membunuh karir mereka,\" ucap La Paene.

 Peraih dua medali emas SEA Games 1997 dan 1999 itu pernah terjun di amatir dan pro. Jadi, apa yang dia sebut bukan omong kosong.

(dra/c11/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: