Usaha Maju Pesat setelah Sering Bantu Orang Mati
Keyakinannya tepat. Bisnisnya makin maju meski dia semakin rajin membantu orang lain. Bahkan, setelah bisnisnya berkembang pesat, dia mampu membeli tanah 5.000 meter persegi yang sekarang dijadikannya Rumah Duka Filemon. Dia masih memiliki lahan dengan luas yang sama di tempat lain.
Selain dipasarkan di dalam negeri, peti-peti produksi Filemon beterbangan hingga Australia, Jerman, Ceko, Inggris, Jepang, Singapura, Belanda, Spanyol, Afrika Selatan, Rusia, Malaysia, Malta, Filipina, dan Korea. \"Awalnya ya dari mulut ke mulut. Kemudian, ada beberapa kedutaan besar yang anggota keluarganya meninggal dan butuh peti mati. Mereka pesan di tempat saya,\" jelas Filemon yang pernah memiliki 120 karyawan.
Perkembangan bisnisnya yang pesat memang membuat Filemon kaya raya secara finansial. Banyak orang yang tidak senang melihat fakta itu. Bahkan, ada yang berusaha menjatuhkan bisnis Filemon. \"Mereka mungkin iri melihat saya sekarang. Sebab, saya dulu memang miskin sekali ketika datang ke Jakarta.\"
Filemon datang ke ibu kota pada 1991. Dia berangkat dari Pekanbaru, Riau, tempatnya tumbuh sampai usia 21 tahun. Dengan membawa uang Rp 25 ribu hasil menjual mesin sepeda motor Yamaha dua tak, dia memulai usaha. Setelah lulus dari jurusan teknik mesin di STM Muhammadiyah Riau, Filemon sempat bekerja di bengkel karena memiliki keahlian dasar permesinan serta kemampuan mengelas, bubut, dan sejenisnya.
Setelah menjalani berbagai kerja serabutan, pertengahan \"90-an Filemon punya sedikit modal untuk jual beli mobil dan sepeda motor bekas. Dia berburu satu per satu barang dagangan dari iklan di koran, lalu menyambangi rumah penjualnya pukul lima pagi. Setelah dapat, dia langsung menjual lagi pada hari yang sama untuk mencari selisih keuntungan. Yang penting langsung terjual dan ada untung.
Aktivitas itu Filemon lakukan setiap hari sampai terjadi krisis 1998. Setelah itu harga jual mobil naik sampai tiga kali lipat, termasuk mobil bekas. Filemon meraup keuntungan signifikan. \"Apa pun saya kerjakan asal jangan merugikan orang lain dan jangan melawan hukum,\" prinsipnya.
Lelah jual beli kendaraan dan berpikir untuk meningkatkan kemampuan serta taraf hidup, Filemon banting setir ke bidang konfeksi. Dia menampung sisa-sisa bahan dari pesanan di pabrik besar. Sisa bahan itu kemudian dia bawa ke factory outlet di Bandung yang saat itu mulai menjamur.
Setelah bahan jadi baju, Filemon menjualnya dengan berbagai cara, termasuk dengan menjadi pedagang kaki lima di pinggir jalan kawasan Senayan. \"Saya tidak mengejar karir. Saya mengejar bahagia. Maka, saya bilang ke istri dan anak-anak, saya tidak mencari kekayaan, tetapi mengajari mereka untuk mengerti hidup bahagia. Kalau dia sudah tahu bahagia, sudah besar, dia tahu yang mahal dan bernilai itu apa. Karena hidup saya banyak tidak bahagianya.\"
Atas dasar itu pula Filemon tidak memikirkan jenis pekerjaan yang diterjuninya. Yang penting hasil yang diperoleh bisa membuat dia bahagia dan cukup untuk menghidupi keluarga. Sampai akhirnya Filemon memulai usaha jualan mi ayam di kawasan Jakarta Barat dengan penghasilan rata-rata Rp 1,5 juta per bulan.
Kebetulan Filemon memang punya hobi memasak dan usaha itu sekaligus menyalurkan kemampuannya mengolah makanan. \"Yang penting jangan malas untuk bekerja. Malas itu awal kemiskinan,\" tuturnya.
Dari usaha mi ayam tersebut, Filemon bisa menabung sedikit demi sedikit. Setelah tabungan itu lumayan banyak, dia diajak kongsi untuk membuat usaha peti mati oleh kawannya. Dia memulai usaha dari nol. Filemon malah langsung terjun sendiri mengerjakan pembuatan peti mati. Tapi, dari situlah dia jadi tahu banyak tentang usaha yang tidak biasa tersebut. Kini Filemon sudah memantapkan pilihan bisnisnya di bidang usaha peti mati. Sambil berupaya suatu saat ingin membuat restoran dan bengkel untuk menyalurkan hobinya.
(*/c9/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: